Kepuasan kerja dalam teori motivasi Maslow menempati peringkat yang tinggi. Sebab ia berkaitan dengan tujuan manusia untuk merealisasikan dan mengaktualisasikan potensi dirinya dalam pekerjaan. Namun motivasi ini kadang terbendung oleh berbagai ragam kerutinan, hambatan lingkungan kerja yang kurang seimbang, atau situasi dan perangkat kerja yang secara ergonomis tidak mendukung peningkatan produktivitas kerja. Stres yang dialami karyawan dan kepuasan kerja yang didambakan seolah merupakan dua kondisi yang bukan saja berkaitan, tetapi sekaligus antagonistis
TEORI – TEORI KEPUASAN KERJA
1.Teori Perbandingan Intrapersonal (Discrepancy Theory)
Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh individu merupakan hasil dari perbandingan atau kesenjangan yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap berbagai macam hal yang sudah diperolehnya dari pekerjaan dan yang menjadi harapannya. Kepuasan akan dirasakan oleh individu tersebut bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan kecil, sebaliknya ketidakpuasan akan dirasakan oleh individu bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan besar.
2. Teori Keadilan (Equity Theory)
Seseorang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity atau inequity atas suatu situasi diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor, maupunditempat lain.
3. Teori Dua – Faktor (Two Factor Theory)
Prinsip dari teori ini adalah bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda. Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yang satu dinamakan Dissatisfier atau hygiene factors dan yang lain dinamakan satisfier atau motivators
Determinan Sikap Kerja
Tidak ada satu batasan dari kepuasan kerja/ pekerjaan yang paling sesuai, seperti batasan dari Locke yang menyimpulkan ada dua unsur yang penting dalam kepuasan kerja yaitu nilai-nilai pekerjaan dan kebutuhan-kebutuhan dasar. Kepuasan kerja merupakan hasil dari tenaga kerja yang berkaitan dengan motivasi kerja.
Howell dan Dipboye (1986) memandang kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaan.
Selanjutnya dibahas tiga model yang mencerminkan hubungan-hubungan yang berbeda antara sikap dan motivasi untuk performance secara efektif.
Pengukuran sikap kerja
Pengukuran sikap kerja dapat ditentukan oleh faktor-faktor penentu kepuasan kerja.
Banyak faktor yang telah diteliti sebagai faktor-faktor yang mungkin menentukan kepuasan kerja.
1. Ciri-ciri Intrinsik Pekerjaan
Menurut Locke, ciri-ciri intrinsik dari pekerjaan yang menetukan kepuasan kerja ialah keragaman, kesulitan,jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi, kendali terhadap metode kerja, kemajemukan, dan kreativitas, terdapat satu unsur yang dijumpai pada ciri-ciri intrinsik yaitu tantangan mental.
Berdasarkan survei diagnostik diperoleh hasil tentang lima ciri yang memperlihatkan kaitannya dengan kepuasan kerja untuk berbagai macam pekerjaan. Ciri-ciri tersebut ialah :
1. Keragaman keterampilan.
2. Jati diri tugas (task identity).
3. Tugas yang penting (task significance).
4. Otonomi.
5. Pemberian balikan pada pekerjaan membantu meningkatkan tingkat kepuasan kerja.
Model karakteristik pekerjaan dari motivasi kerja menunjukan hubungan yang erat dengan kepuasan kerja. Kepuasan kerja bersamaan dengan motivasi internal yang tinggi. Konsep yang diajukan oleh Herzbeg, yang mengelompokan ciri-ciri pekerjaan intrinsik ke dalam kelompok motivators.
2. Gaji Penghasilan, Imbalan yangn Dirasakan Adil
Uang memang mempunyai arti yang berbeda- beda bagi orang yang berbeda-beda . Dengan menggunakan teori keadilan dari Adams dilakukan berbagai penelitian dan salah satu hasilnya ialah bahwa orang yang menerima gaji yang terlalu kecil atau terlalu besar akan mengalami disterss atau ketidakpuasan.
Yang penting ialah sejauh mana gaji yang diterima dirasakan adil, jika gaji dipersepsikan sebagai adil berdasarkan tuntutan kerja, tingkat pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu, maka akan ada kepuasan kerja.
Uang atau imbalan akan mempunyai dampak terhadap motivasi kerjanya jika besarnya imbalan disesuaikan dengan tinggi prestasi kerjanya.
3. Penyeliaan
Locke memberikan kerangka kerja teoritis untuk memahami kepuasan tenaga kerjadengan penyeliaan, ia menemukan dua jenis dari hubungan atasan –bawahan : hubungan fungsional dan keseluruhan (entity). Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana penyelia membantu tenaga kerja, untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa. Penyeliaan merupakan salah satu faktor juga dari kelompok faktor hygiene dari Herzberg.
4. Rekan- rekan Sejawat
Hubungan yang ada antarpekerja adalah hubungan ketergantungan sepihak , yang bercorak fungsional. Kepuasan kerja yang ada pada para pekerja timbul jika terjadi hubungan yang harmonis dengan tenag kerja yang lain. Didalam kelompok kerja dimana pekerja harus bekerja sagabai satu tim, kepuasan kerja mereka dapat timbul karena kebutuhan-kebutuhan tingkat tinggi mereka (kebutuhan harga diri, kebutuhan aktualisasi) dapat dipenuhi dan mempunyai dampak pada motivasi kerja mereka.
Hubungan yang ada antarpekerja adalah hubungan ketergantungan sepihak , yang bercorak fungsional. Kepuasan kerja yang ada pada para pekerja timbul jika terjadi hubungan yang harmonis dengan tenag kerja yang lain.
Dampak dari Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja
1. Dampak terhadap Produktivitas
Produktivitas dipengaruhi oleh banyak faktor-faktor moderator di samping kepuasan kerja. Lawler dan Porter mengharapkan produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran intrinsik dan ganjaran ekstrinsik yang diterima kedua-duanya adil dan wajar dan diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul.
2. Dampak terhadap Ketidakhadiran (Absenteisme) dan Keluar Tenaga Kerja (Turnover)
Porter dan Steers berkesimpulan bahwa ketidakhadiran dan berhenti bekerja merupakan jenis jawaban-jawaban yang secara kualitatif berbeda. Dari penelitian ditemukan tidak adanya hubungan antara ketidakhadiran dengan kepuasan kerja.
Steers dan Rhodes mengembangkan model dari pengaruh terhadap ketidakhadiran, mereka melihat adanya dua faktor pada perilaku hadir yaitu motivasi untuk hadir dan kemampuan untuk hadir.
Model meninggalkan pekerjaan dari Mobley, Horner dan Hollingworth, mereka menemukan bukti yang menunjukan bahwa tingkat dari kepuasan kerja berkolerasi dengan pemikiran-pemikiran untuk meninggalkan pekerjaan, dan bahwa niat untuk meninggalkan kerja berkolerasi dengan meninggalkan pekerjaan secara aktual. Ketidakpuasan diungkapkan ke dalam berbagai macam cara selain meninggalkan pekerjaan, karyawan dapat mengeluh , membangkang,menghidar dari tanggung jawab dan lain-lain.
3. Dampak terhadap Kesehatan
Salah satu temuan yang pentingdari kajian yang dilakukan oleh Kornhauser tentang kesehatan mental dan kepuasan kerja. Meskipun jelas bahwa kepuasan berhubungan dengan kesehatan , hubungan kausal masih tidak jelas. Diduga bahwa kepuasan kerja menunjang tingkat dari fungsi fisik dan mental dan kepuasan sendiri merupakan tanda dari kesehatan. Tingkat dari kepuasan kerja dan kesehatan saling berkesinambungan peningkatan dari yang satu dapat mempengaruhi yang lain, begitupun sebaliknya jika terjadi penurunan.
Senin, 04 Januari 2010
Minggu, 22 November 2009
Job enricthmen
Job enricthmen
JOB ENRITCHMENT, JOB RANGE, JOB DEPTH
Job enricthmen
Job enrichment adalah memperluas rancangan tugas untuk memberi arti lebih dan memberikan kepuasan kerja dengan cara melibatkan pekerja dengan pekerjaan perencanaan, penyelenggaraan organisasi dan pengawasan pekerjaan sehingga job enrichment bertujuan untuk menambah tanggung jawab dalam pengambilan keputusan, menambah hak otonomi dan wewenang merancang pekerjaan dan memperluas wawasan kerja.
Job enrichment dapat meningkatkan otonomi seseorang dalam mengatur pekerjaannya. Misalnya seorang petugas di dalam melakukan pekerjaannya sebelum diatur oleh suatu prosedur yang ketat, di mana dia tidak di berikan wewenang atau hak untuk memilih metode yang dia anggap paling efektif, untuk memilih bahan-bahan yang di butuhkan, atau untuk mengatur pekerjaannya. Perubahan ini akan memberikan tantangan yang lebih besar bagi dia dan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja dan produktifitasnya.
Job Enrichment option
Fokus utama adalah memberikan pengayaan pekerjaan orang-orang lebih banyak kontrol atas pekerjaan mereka (kurangnya kontrol adalah penyebab utama stres, dan karena itu ketidakbahagiaan.) Bila memungkinkan, biarkan mereka untuk mengambil tugas-tugas yang biasanya dilakukan oleh supervisor. Ini berarti bahwa mereka memiliki lebih banyak pengaruh terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan mengevaluasi pekerjaan yang mereka lakukan.
Dalam pekerjaan yang diperkaya, orang-orang kegiatan lengkap dengan meningkatnya kebebasan, kemerdekaan, dan tanggung jawab. Mereka juga menerima banyak umpan balik, sehingga mereka dapat menilai dan memperbaiki kinerja mereka sendiri.
Berikut adalah beberapa strategi yang bisa Anda gunakan untuk memperkaya pekerjaan di tempat kerja Anda:
rotation Jobs
Berikan orang kesempatan untuk menggunakan berbagai keterampilan, dan melakukan berbagai jenis pekerjaan. Cara yang paling umum untuk melakukan ini adalah melalui rotasi pekerjaan. Gerakkan pekerja melalui berbagai pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk melihat berbagai bagian dari organisasi, belajar keterampilan yang berbeda dan mendapatkan pengalaman yang berbeda. Ini dapat sangat memotivasi, terutama bagi orang-orang dalam pekerjaan yang sangat berulang atau yang berfokus pada hanya satu atau dua keterampilan.
combine task
Gabungkan aktivitas kerja untuk memberikan yang lebih menantang dan kompleks tugas pekerjaan. Hal ini dapat secara signifikan meningkatkan "identitas tugas" karena orang melihat pekerjaan melalui dari awal sampai akhir. Hal ini memungkinkan pekerja untuk menggunakan berbagai macam keterampilan, yang dapat membuat pekerjaan terasa lebih bermakna dan penting. Sebagai contoh, Anda dapat mengkonversi suatu proses perakitan, di mana setiap orang melakukan satu tugas, ke sebuah proses di mana seseorang merakit seluruh unit. Anda dapat menerapkan model ini di mana pun Anda memiliki orang-orang atau kelompok yang biasanya melakukan hanya satu bagian dari keseluruhan proses. Pertimbangkan memperluas peran mereka untuk memberi mereka tanggung jawab untuk seluruh proses, atau untuk yang lebih besar bagian dari proses itu.
Bentuk-bentuk pekerjaan pengayaan bisa rumit karena mereka dapat memberikan peningkatan motivasi dengan mengorbankan produktivitas menurun. Bila Anda telah melakukan tugas orang-orang baru, Anda mungkin harus menangani masalah-masalah pelatihan, efisiensi, dan kinerja. Anda harus hati-hati mempertimbangkan manfaat terhadap biaya.
Identifikasi Proyek-Terfokus Unit Kerja(Identify Project-Focused Work Units)
Break Anda fungsional khas garis-garis dan bentuk yang berfokus pada proyek unit. Sebagai contoh, daripada memiliki semua orang-orang pemasaran Anda dalam satu departemen, dengan mengarahkan supervisor yang bekerja pada proyek yang mana, Anda bisa membelah departemen menjadi proyek khusus unit - storyboard spesifik pencipta, copywriter, dan desainer bisa semua bekerja bersama untuk satu klien atau satu kampanye. Memungkinkan karyawan untuk membangun hubungan klien adalah cara terbaik untuk meningkatkan otonomi, identitas tugas, dan umpan balik.
Membuat Tim Kerja Otonomi (Create Autonomous Work Teams)
Ini adalah pengayaan pekerjaan pada tingkat kelompok. Menetapkan sebuah tujuan untuk sebuah tim, dan membuat anggota tim bekerja bebas untuk menentukan tugas-tugas, jadwal, istirahat, evaluasi parameter, dan sejenisnya. Anda mungkin bahkan memberikan pengaruh mereka memilih anggota tim mereka sendiri. Dengan metode ini, Anda akan secara signifikan mengurangi posisi pengawas, dan orang-orang akan memperoleh ketrampilan kepemimpinan dan manajemen.
Terapkan Manajemen Partisipatif
Memungkinkan anggota tim untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan terlibat dalam perencanaan strategis. Ini adalah cara terbaik untuk berkomunikasi dengan anggota tim Anda bahwa masukan mereka sangat penting. Dapat bekerja di organisasi manapun - dari perusahaan yang sangat kecil, dengan pemilik / bos yang digunakan untuk mendikte semuanya, untuk perusahaan besar dengan hierarki yang besar. Ketika orang menyadari bahwa apa yang mereka katakan adalah dihargai dan membuat perbedaan, mereka akan kemungkinan besar akan termotivasi.
Mendistribusikan Power dan Authority
mendistribusikan DNS dan lebih memberikan kewenangan kepada para pekerja untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan. Sebagai pengawas mendelegasikan lebih banyak wewenang dan tanggung jawab, anggota tim otonomi, akuntabilitas, dan identitas tugas akan meningkat.
Meningkatkan Karyawan Saran atau masukan
Pastikan bahwa orang-orang tahu seberapa baik, atau buruk, mereka sedang melakukan pekerjaan mereka. Semakin banyak kendali Anda dapat memberi mereka untuk mengevaluasi dan memantau kinerja mereka sendiri, semakin memperkaya akan pekerjaan mereka. Daripada memiliki departemen pengawasan kualitas Anda pergi berkeliling dan menunjukkan kesalahan, pertimbangkan untuk memberikan tanggung jawab masing-masing tim pengawasan mutu mereka sendiri. Pekerja akan segera menerima umpan balik, dan mereka akan belajar untuk memecahkan masalah, mengambil inisiatif, dan membuat keputusan.
Pekerjaan pengayaan menyediakan banyak kesempatan bagi pembangunan masyarakat. Anda akan memberi mereka banyak kesempatan untuk berpartisipasi dalam bagaimana pekerjaan mereka bisa diselesaikan, dan mereka akan cenderung paling banyak menikmati peningkatan rasa tanggung jawab pribadi untuk tugas-tugas mereka.
* Langkah Pertama - Cari tahu di mana orang tidak puas dengan tugas pekerjaan mereka saat ini. Ada gunanya untuk memperkaya pekerjaan dan mengubah lingkungan kerja jika Anda memperkaya pekerjaan yang salah dan membuat perubahan yang salah. Seperti inisiatif motivasi, menentukan apa yang orang-orang yang Anda inginkan sebelum Anda mulai.
Survei adalah cara yang baik melakukan hal ini. Jangan membuat kesalahan dengan menganggap bahwa Anda tahu apa yang orang inginkan: Pergi ke sumber - dan menggunakan informasi untuk membangun pengayaan pilihan Anda.
* Langkah Kedua - Pertimbangkan pengayaan pekerjaan pilihan yang dapat Anda berikan. Anda tidak perlu mendesain ulang secara drastis seluruh proses kerja. Cara yang Anda merancang pekerjaan yang diperkaya harus menjaga keseimbangan antara kebutuhan operasional dan kepuasan kerja. Jika perubahan-perubahan penting yang diperlukan, pertimbangkan untuk mendirikan sebuah "tugas pengayaan pekerjaan memaksa" - mungkin menggunakan penampang karyawan, dan memberi mereka tanggung jawab untuk memutuskan mana pengayaan opsi yang paling masuk akal.
* Langkah Tiga - Desain dan berkomunikasi program Anda. Jika Anda membuat perubahan yang signifikan, biarkan orang tahu apa yang Anda lakukan dan mengapa. Bekerja dengan manajer Anda untuk menciptakan lingkungan kerja yang memperkaya mencakup banyak partisipasi karyawan dan pengakuan. Ingatlah untuk memantau usaha anda, dan secara teratur mengevaluasi efektivitas dari apa yang Anda sediakan.
Job Range : Perluasan pekerjaan (rentang pekerjaan) dengan kata lain apabila seorang pekerja yang mempunyai banyak macam pekerjaan maka range pekerjaan juga akan lebih luas lagi.
Contoh: dalam sebuah toko bangunan atau yang biasa disebut toko material, kuli bangunan memiliki Job range yang lebih luas karena mempunyai banyak keahlian yang dimilikinya yaitu seperti menyemen, mengecet, memasang genting/genteng,memasang keramik membuat kerangka bangunan, memasang kerangka atap dan lain-lain ketimbang dengan penjaga atau pelayan toko material yang hanya melayani pelanggan yang datang ke toko bangunan tersebut.
Job Depth : Pendalaman pekerjaan
Pendalaman ini bermaksud untuk lebih meguasai ruang lingkup pekerjaan yang digelutinya sehingga menghasilkan kualitas kinerja lebih baik lagi dari sebelumnya.
Contoh, Guru di SMA yang mengajar satu atau beberapa dari sejumlah mata pelajaran yang ada di kurikulum berberda dengan guru di sekolah dasar (SD) yang mengajar anak muridnya semua mata pelajaran yang ada di kurikulum. Guru di SMP menunjukkan sebagai bentuk Job depth yang mendalami satu atau beberapa mata pelajaran saja untuk diajarakan kepada muridnya. Misalnya Guru bahasa indonesia mendalami sastra bahasa indonesia, Guru Geografi mendalami ilmu Struktur, permukaan dan Isi Bumi , Guru matematika mendalami ilmu perhitungan dan logika.
REFERENSI :
job enrichment http://www.bscai.org/services_magazine/articlepdf/110510.pdf
http://en.wikipedia.org/wiki/Job_enrichment
http://www.allbusiness.com/glossaries/job-enrichment/4942890-1.html
job enrichment option www.mindtools.com/pages/article/newTMM_81.htm
JOB ENRITCHMENT, JOB RANGE, JOB DEPTH
Job enricthmen
Job enrichment adalah memperluas rancangan tugas untuk memberi arti lebih dan memberikan kepuasan kerja dengan cara melibatkan pekerja dengan pekerjaan perencanaan, penyelenggaraan organisasi dan pengawasan pekerjaan sehingga job enrichment bertujuan untuk menambah tanggung jawab dalam pengambilan keputusan, menambah hak otonomi dan wewenang merancang pekerjaan dan memperluas wawasan kerja.
Job enrichment dapat meningkatkan otonomi seseorang dalam mengatur pekerjaannya. Misalnya seorang petugas di dalam melakukan pekerjaannya sebelum diatur oleh suatu prosedur yang ketat, di mana dia tidak di berikan wewenang atau hak untuk memilih metode yang dia anggap paling efektif, untuk memilih bahan-bahan yang di butuhkan, atau untuk mengatur pekerjaannya. Perubahan ini akan memberikan tantangan yang lebih besar bagi dia dan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja dan produktifitasnya.
Job Enrichment option
Fokus utama adalah memberikan pengayaan pekerjaan orang-orang lebih banyak kontrol atas pekerjaan mereka (kurangnya kontrol adalah penyebab utama stres, dan karena itu ketidakbahagiaan.) Bila memungkinkan, biarkan mereka untuk mengambil tugas-tugas yang biasanya dilakukan oleh supervisor. Ini berarti bahwa mereka memiliki lebih banyak pengaruh terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan mengevaluasi pekerjaan yang mereka lakukan.
Dalam pekerjaan yang diperkaya, orang-orang kegiatan lengkap dengan meningkatnya kebebasan, kemerdekaan, dan tanggung jawab. Mereka juga menerima banyak umpan balik, sehingga mereka dapat menilai dan memperbaiki kinerja mereka sendiri.
Berikut adalah beberapa strategi yang bisa Anda gunakan untuk memperkaya pekerjaan di tempat kerja Anda:
rotation Jobs
Berikan orang kesempatan untuk menggunakan berbagai keterampilan, dan melakukan berbagai jenis pekerjaan. Cara yang paling umum untuk melakukan ini adalah melalui rotasi pekerjaan. Gerakkan pekerja melalui berbagai pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk melihat berbagai bagian dari organisasi, belajar keterampilan yang berbeda dan mendapatkan pengalaman yang berbeda. Ini dapat sangat memotivasi, terutama bagi orang-orang dalam pekerjaan yang sangat berulang atau yang berfokus pada hanya satu atau dua keterampilan.
combine task
Gabungkan aktivitas kerja untuk memberikan yang lebih menantang dan kompleks tugas pekerjaan. Hal ini dapat secara signifikan meningkatkan "identitas tugas" karena orang melihat pekerjaan melalui dari awal sampai akhir. Hal ini memungkinkan pekerja untuk menggunakan berbagai macam keterampilan, yang dapat membuat pekerjaan terasa lebih bermakna dan penting. Sebagai contoh, Anda dapat mengkonversi suatu proses perakitan, di mana setiap orang melakukan satu tugas, ke sebuah proses di mana seseorang merakit seluruh unit. Anda dapat menerapkan model ini di mana pun Anda memiliki orang-orang atau kelompok yang biasanya melakukan hanya satu bagian dari keseluruhan proses. Pertimbangkan memperluas peran mereka untuk memberi mereka tanggung jawab untuk seluruh proses, atau untuk yang lebih besar bagian dari proses itu.
Bentuk-bentuk pekerjaan pengayaan bisa rumit karena mereka dapat memberikan peningkatan motivasi dengan mengorbankan produktivitas menurun. Bila Anda telah melakukan tugas orang-orang baru, Anda mungkin harus menangani masalah-masalah pelatihan, efisiensi, dan kinerja. Anda harus hati-hati mempertimbangkan manfaat terhadap biaya.
Identifikasi Proyek-Terfokus Unit Kerja(Identify Project-Focused Work Units)
Break Anda fungsional khas garis-garis dan bentuk yang berfokus pada proyek unit. Sebagai contoh, daripada memiliki semua orang-orang pemasaran Anda dalam satu departemen, dengan mengarahkan supervisor yang bekerja pada proyek yang mana, Anda bisa membelah departemen menjadi proyek khusus unit - storyboard spesifik pencipta, copywriter, dan desainer bisa semua bekerja bersama untuk satu klien atau satu kampanye. Memungkinkan karyawan untuk membangun hubungan klien adalah cara terbaik untuk meningkatkan otonomi, identitas tugas, dan umpan balik.
Membuat Tim Kerja Otonomi (Create Autonomous Work Teams)
Ini adalah pengayaan pekerjaan pada tingkat kelompok. Menetapkan sebuah tujuan untuk sebuah tim, dan membuat anggota tim bekerja bebas untuk menentukan tugas-tugas, jadwal, istirahat, evaluasi parameter, dan sejenisnya. Anda mungkin bahkan memberikan pengaruh mereka memilih anggota tim mereka sendiri. Dengan metode ini, Anda akan secara signifikan mengurangi posisi pengawas, dan orang-orang akan memperoleh ketrampilan kepemimpinan dan manajemen.
Terapkan Manajemen Partisipatif
Memungkinkan anggota tim untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan terlibat dalam perencanaan strategis. Ini adalah cara terbaik untuk berkomunikasi dengan anggota tim Anda bahwa masukan mereka sangat penting. Dapat bekerja di organisasi manapun - dari perusahaan yang sangat kecil, dengan pemilik / bos yang digunakan untuk mendikte semuanya, untuk perusahaan besar dengan hierarki yang besar. Ketika orang menyadari bahwa apa yang mereka katakan adalah dihargai dan membuat perbedaan, mereka akan kemungkinan besar akan termotivasi.
Mendistribusikan Power dan Authority
mendistribusikan DNS dan lebih memberikan kewenangan kepada para pekerja untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan. Sebagai pengawas mendelegasikan lebih banyak wewenang dan tanggung jawab, anggota tim otonomi, akuntabilitas, dan identitas tugas akan meningkat.
Meningkatkan Karyawan Saran atau masukan
Pastikan bahwa orang-orang tahu seberapa baik, atau buruk, mereka sedang melakukan pekerjaan mereka. Semakin banyak kendali Anda dapat memberi mereka untuk mengevaluasi dan memantau kinerja mereka sendiri, semakin memperkaya akan pekerjaan mereka. Daripada memiliki departemen pengawasan kualitas Anda pergi berkeliling dan menunjukkan kesalahan, pertimbangkan untuk memberikan tanggung jawab masing-masing tim pengawasan mutu mereka sendiri. Pekerja akan segera menerima umpan balik, dan mereka akan belajar untuk memecahkan masalah, mengambil inisiatif, dan membuat keputusan.
Pekerjaan pengayaan menyediakan banyak kesempatan bagi pembangunan masyarakat. Anda akan memberi mereka banyak kesempatan untuk berpartisipasi dalam bagaimana pekerjaan mereka bisa diselesaikan, dan mereka akan cenderung paling banyak menikmati peningkatan rasa tanggung jawab pribadi untuk tugas-tugas mereka.
* Langkah Pertama - Cari tahu di mana orang tidak puas dengan tugas pekerjaan mereka saat ini. Ada gunanya untuk memperkaya pekerjaan dan mengubah lingkungan kerja jika Anda memperkaya pekerjaan yang salah dan membuat perubahan yang salah. Seperti inisiatif motivasi, menentukan apa yang orang-orang yang Anda inginkan sebelum Anda mulai.
Survei adalah cara yang baik melakukan hal ini. Jangan membuat kesalahan dengan menganggap bahwa Anda tahu apa yang orang inginkan: Pergi ke sumber - dan menggunakan informasi untuk membangun pengayaan pilihan Anda.
* Langkah Kedua - Pertimbangkan pengayaan pekerjaan pilihan yang dapat Anda berikan. Anda tidak perlu mendesain ulang secara drastis seluruh proses kerja. Cara yang Anda merancang pekerjaan yang diperkaya harus menjaga keseimbangan antara kebutuhan operasional dan kepuasan kerja. Jika perubahan-perubahan penting yang diperlukan, pertimbangkan untuk mendirikan sebuah "tugas pengayaan pekerjaan memaksa" - mungkin menggunakan penampang karyawan, dan memberi mereka tanggung jawab untuk memutuskan mana pengayaan opsi yang paling masuk akal.
* Langkah Tiga - Desain dan berkomunikasi program Anda. Jika Anda membuat perubahan yang signifikan, biarkan orang tahu apa yang Anda lakukan dan mengapa. Bekerja dengan manajer Anda untuk menciptakan lingkungan kerja yang memperkaya mencakup banyak partisipasi karyawan dan pengakuan. Ingatlah untuk memantau usaha anda, dan secara teratur mengevaluasi efektivitas dari apa yang Anda sediakan.
Job Range : Perluasan pekerjaan (rentang pekerjaan) dengan kata lain apabila seorang pekerja yang mempunyai banyak macam pekerjaan maka range pekerjaan juga akan lebih luas lagi.
Contoh: dalam sebuah toko bangunan atau yang biasa disebut toko material, kuli bangunan memiliki Job range yang lebih luas karena mempunyai banyak keahlian yang dimilikinya yaitu seperti menyemen, mengecet, memasang genting/genteng,memasang keramik membuat kerangka bangunan, memasang kerangka atap dan lain-lain ketimbang dengan penjaga atau pelayan toko material yang hanya melayani pelanggan yang datang ke toko bangunan tersebut.
Job Depth : Pendalaman pekerjaan
Pendalaman ini bermaksud untuk lebih meguasai ruang lingkup pekerjaan yang digelutinya sehingga menghasilkan kualitas kinerja lebih baik lagi dari sebelumnya.
Contoh, Guru di SMA yang mengajar satu atau beberapa dari sejumlah mata pelajaran yang ada di kurikulum berberda dengan guru di sekolah dasar (SD) yang mengajar anak muridnya semua mata pelajaran yang ada di kurikulum. Guru di SMP menunjukkan sebagai bentuk Job depth yang mendalami satu atau beberapa mata pelajaran saja untuk diajarakan kepada muridnya. Misalnya Guru bahasa indonesia mendalami sastra bahasa indonesia, Guru Geografi mendalami ilmu Struktur, permukaan dan Isi Bumi , Guru matematika mendalami ilmu perhitungan dan logika.
REFERENSI :
job enrichment http://www.bscai.org/services_magazine/articlepdf/110510.pdf
http://en.wikipedia.org/wiki/Job_enrichment
http://www.allbusiness.com/glossaries/job-enrichment/4942890-1.html
job enrichment option www.mindtools.com/pages/article/newTMM_81.htm
Minggu, 15 November 2009
TEORI HIRARKI MASLOW
TEORI HIRARKI MASLOW, TEORI TUJUAN, TEORI PENETAPAN TUJUAN
Teori Hierarki Kebutuhan Maslow / Abraham Maslow
Menurut Abraham Maslow manusia mempunyai lima kebutuhan yang membentuk tingkatan-tingkatan atau disebut juga hirarki dari yang paling penting hingga yang tidak penting dan dari yang mudah hingga yang sulit untuk dicapai atau didapat. Motivasi manusia sangat dipengaruhi oleh kebutuhan mendasar yang perlu dipenuhi.
Kebutuhan maslow harus memenuhi kebutuhan yang paling penting dahulu kemudian meningkat ke yang tidak terlalu penting. Untuk dapat merasakan nikmat suatu tingkat kebutuhan perlu dipuaskan dahulu kebutuhan yang berada pada tingkat di bawahnya.
Lima (5) kebutuhan dasar Maslow - disusun berdasarkan kebutuhan yang paling penting hingga yang tidak terlalu krusial :
1. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal, seks, tidur, istirahat, dan udara. Seseorang yang mengalami kekurangan makanan, harga diri, dan cinta, pertama-tama akan mencari makanan terlebih dahulu. Bagi orang yang berada dalam keadaan lapar berat dan membahayakan, tak ada minat lain kecuali makanan. Bagi masyarakat sejahtera jenis-jenis kebutuhan ini umumnya telah terpenuhi. Ketika kebutuhan dasar ini terpuaskan, dengan segera kebutuhan-kebutuhan lain (yang lebih tinggi tingkatnya) akan muncul dan mendominasi perilaku manusia.
Contohnya adalah : Sandang / pakaian, pangan / makanan, papan / rumah, dan kebutuhan biologis seperti buang air besar, buang air kecil, bernafas, dan lain sebagainya.
2. Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan
Segera setelah kebutuhan dasariah terpuaskan, muncullah apa yang digambarkan Maslow sebagai kebutuhan akan rasa aman atau keselamatan. Kebutuhan ini menampilkan diri dalam kategori kebutuhan akan kemantapan, perlindungan, kebebasan dari rasa takut, cemas dan kekalutan; kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas, dan sebagainya. Kebutuhan ini dapat kita amati pada seorang anak. Biasanya seorang anak membutuhkan suatu dunia atau lingkungan yang dapat diramalkan. Seorang anak menyukai konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas tertentu. Jika hal-hal itu tidak ditemukan maka ia akan menjadi cemas dan merasa tidak aman. Orang yang merasa tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas serta akan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing dan tidak diharapkan.
Contoh seperti : Bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa sakit, bebas dari teror, dan lain sebagainya.
3. Kebutuhan Sosial
Setelah terpuaskan kebutuhan akan rasa aman, maka kebutuhan sosial yang mencakup kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki, saling percaya, cinta, dan kasih sayang akan menjadi motivator penting bagi perilaku. Pada tingkat kebutuhan ini, dan belum pernah sebelumnya, orang akan sangat merasakan tiadanya sahabat, kekasih, isteri, suami, atau anak-anak. Ia haus akan relasi yang penuh arti dan penuh kasih dengan orang lain pada umumnya. Ia membutuhkan terutama tempat (peranan) di tengah kelompok atau lingkungannya, dan akan berusaha keras untuk mencapai dan mempertahankannya. Orang di posisi kebutuhan ini bahkan mungkin telah lupa bahwa tatkala masih memuaskan kebutuhan akan makanan, ia pernah meremehkan cinta sebagai hal yang tidak nyata, tidak perlu, dan tidak penting. Sekarang ia akan sangat merasakan perihnya rasa kesepian itu, pengucilan sosial, penolakan, tiadanya keramahan, dan keadaan yang tak menentu.
Misalnya adalah : memiliki teman, memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis, dan lain-lain.
4. Kebutuhan Penghargaan
Menurut Maslow, semua orang dalam masyarakat (kecuali beberapa kasus yang patologis) mempunyai kebutuhan atau menginginkan penilaian terhadap dirinya yang mantap, mempunyai dasar yang kuat, dan biasanya bermutu tinggi, akan rasa hormat diri atau harga diri. Karenanya, Maslow membedakan kebutuhan ini menjadi kebutuhan akan penghargaan secara internal dan eksternal. Yang pertama (internal) mencakup kebutuhan akan harga diri, kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan (kemerdekaan). Yang kedua (eksternal) menyangkut penghargaan dari orang lain, prestise, pengakuan, penerimaan, ketenaran, martabat, perhatian, kedudukan, apresiasi atau nama baik. Orang yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri. Dengan demikian ia akan lebih berpotensi dan produktif. Sebaliknya harga diri yang kurang akan menyebabkan rasa rendah diri, rasa tidak berdaya, bahkan rasa putus asa serta perilaku yang neurotik. Kebebasan atau kemerdekaan pada tingkat kebutuhan ini adalah kebutuhan akan rasa ketidakterikatan oleh hal-hal yang menghambat perwujudan diri. Kebutuhan ini tidak bisa ditukar dengan sebungkus nasi goreng atau sejumlah uang karena kebutuhan akan hal-hal itu telah terpuaskan.
Contoh : pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, dan banyak lagi lainnya.
5. Kebutuhan Akutualisasi Diri (Self Actualization)
Setiap orang ingin mengembangkan kapasitas kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan kebutuhan untuk mewujudkan segala kemampuan (kebolehannya) dan seringkali nampak pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai citra dan cita diri seseorang. Dalam motivasi kerja pada tingkat ini diperlukan kemampuan manajemen untuk dapat mensinkronisasikan antara cita diri dan cita organisasi untuk dapat melahirkan hasil produktivitas organisasi yang lebih tinggi.
Teori Maslow tentang motivasi secara mutlak menunjukkan perwujudan diri sebagai pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang bercirikan pertumbuhan dan pengembangan individu. Perilaku yang ditimbulkannya dapat dimotivasikan oleh manajer dan diarahkan sebagai subjek-subjek yang berperan. Dorongan yang dirangsang ataupun tidak, harus tumbuh sebagai subjek yang memenuhi kebutuhannya masing-masing yang harus dicapainya dan sekaligus selaku subjek yang mencapai hasil untuk sasaran-sasaran organisasi.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat psikologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga.
Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :
- Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
- Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
- Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
Maslow menggambarkan manusia yang sudah mengaktualisasikan diri sebagai orang yang sudah terpenuhi semua kebutuhannya dan melakukan apapun yang bisa mereka lakukan, dengan mengidentifikasikan 15 ciri orang yang telah mengaktualisasikan diri sebagai berikut:
1. Memiliki persepsi akurat tentang realitas.
2. Menikmati pengalaman baru.
3. Memiliki kecenderungan untuk mencapai pengalaman puncak.
4. Memiliki standar moral yang jelas.
5. Memiliki selera humor.
6. Merasa bersaudara dengan semua manusia.
7. Memiliki hubungan pertemanan yang erat.
8. demokratis dalam menerima orang lain.
9. Membutuhkan privasi.
10. Bebas dari budaya dan lingkungan.
11. Kreatif.
12. Spontan.
13. Lebih berpusat pada permasalahan, bukan pada diri sendiri.
14. Mengakui sifat dasar manusia.
15. Tidak selalu ingin menyamakan diri dengan orang lain.
Agar menjadi orang yang sudah mencapai aktualisasi diri, tidak selalu dengan menampilakan semua cirri tersebut. Dan tidak hanya orang yang sudah mengaktualisasikan diri yang menampilakan cirri-ciri tersebut. Namun, orang-orang yang menurut Maslow adalah orang yang mengaktualisasikan diri umumnya lebih sering menampilkan ciri-ciri tersebut dibandingkan kebanyakan dari kita. Sebagian besar dari lima belas ciri tersebut sudah jelas dengan sendirinya, tetapi kita mungkin bertanya-tanya tentangt pengalaman puncak (experience peak). Maslow mendefinisikan pengalaman puncak sebagai saat-saat tatkala dunia tampak utuh dan orang itu merasa selaras dengannya. Pengalaman puncak selalu melekat dalam diri kita dan mengubah persepsi kita mengenai dunia agar menjadi lebih baik lagi.
Bagi sebagian orang, pengalaman puncak diasosiasikan dengan agama, tetapi bisa juga tercetus melalui seni, musik, dan momen-momen yang memerlukan pengambilan resiko. Maslow tidak menyamakan aktualisasi diri dengan kesempurnaan. Orang-orang yang bisa mengaktualisasikan diri pada dasarnya hanya memenuhi potensi dirinya sendiri. Dengan demikian, seseorang bisa saja menjadi tolol, boros, sombong dan tidak sopan sekaligus, tetapi masih tetap bisa mengaktualisasikan dirinya. Orang yang mampu mencapai aktualisasi diri hanya kurang dari satu persen, sebab tidak banyak dari kita yang bisa memenuhi semua kebutuhan yang lebih rendah dalam hirarki.
Teori Tujuan Manusia Bermental Sepak Bola
Teori ini menyatakan bahwa mencapai tujuan adalah sebuah motivator. Hampir setiap orang menyukai kepuasan kerja karena mencapai sebuah tujuan spesifik. Saat seseorang menentukan tujuan yang jelas, kinerja biasanya meningkat sebab:
• Ia akan berorientasi pada hal hal yang diperlukan
• Ia akan berusaha keras mencapai tujuan tersebut
• Tugas tugas sebisa mungkin akan diselesaikan
• Semua jalan untuk mencapai tujuan pasti ditempuh
Bawahan harus menyetujui dan menerima tujuan itu. Bila mereka berpikir sebuah tujuan terlalu sulit atau tidak penting, ia tidak akan ter-motivasi untuk mencapainya.
Teori Penetapan Tujuan (Goal Setting Theory)
Locke mengusulkan model kognitif, yang dinamakan teori tujuan, yang mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat/intentions (tujuan-tujuan) dengan perilaku.
Teori ini secara relatif lempang dan sederhana. Aturan dasarnya ialah penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar. Menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusus dan yang pernyataannya jelas dan dapat diterima oleh tenaga kerja, akan menghasilkan unjuk-kerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan yang taksa, tidak khusus, dan yang mudah dicapai. Teori tujuan, sebagaimana dengan teori keadilan didasarkan pada intuitif yang solid.
Penelitian-penelitian yang didasarkan pada teori ini menggambarkan kemanfaatannya bagi organisasi.
Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management By Objectives =MBO) menggunakan teori penetapan tujuan ini. Berdasarkan tujuan-tujuan perusahaan, secara berurutan, disusun tujuan-tujuan untuk divisi, bagian sampai satuan kerja yang terkecil untuk diakhiri penetapan sasaran kerja untuk setiap karyawan dalam kurun waktu tertentu.
Penetapan tujuan juga dapat ditemukan dalam teori motivasi harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran-sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbeda-beda.
Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri, dapat seperti MBO, diwajibkan oleh organisasi sebagai satu kebijakan peusahaan. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan ia akan memiliki keterikatan (commitment) besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yang telah ia tetapkan. Bila seorang tenaga kerja memiliki motivasi kerja yang lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas untuk menetapkan sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu dapat terjadi bahwa keterikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu besar.
Referensi :
Teori hirarki maslow http://www.scribd.com/doc/14176081/Teori-Hierarki-Kebutuhan-Maslow
Teori tujuan http://id.wikipedia.org/wiki/TEORI_MOTIVASI
Teori penetapan tujuan http://wangmuba.com/2009/02/18/teori-penetapan-tujuan-goal-setting-theory/
Teori Hierarki Kebutuhan Maslow / Abraham Maslow
Menurut Abraham Maslow manusia mempunyai lima kebutuhan yang membentuk tingkatan-tingkatan atau disebut juga hirarki dari yang paling penting hingga yang tidak penting dan dari yang mudah hingga yang sulit untuk dicapai atau didapat. Motivasi manusia sangat dipengaruhi oleh kebutuhan mendasar yang perlu dipenuhi.
Kebutuhan maslow harus memenuhi kebutuhan yang paling penting dahulu kemudian meningkat ke yang tidak terlalu penting. Untuk dapat merasakan nikmat suatu tingkat kebutuhan perlu dipuaskan dahulu kebutuhan yang berada pada tingkat di bawahnya.
Lima (5) kebutuhan dasar Maslow - disusun berdasarkan kebutuhan yang paling penting hingga yang tidak terlalu krusial :
1. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal, seks, tidur, istirahat, dan udara. Seseorang yang mengalami kekurangan makanan, harga diri, dan cinta, pertama-tama akan mencari makanan terlebih dahulu. Bagi orang yang berada dalam keadaan lapar berat dan membahayakan, tak ada minat lain kecuali makanan. Bagi masyarakat sejahtera jenis-jenis kebutuhan ini umumnya telah terpenuhi. Ketika kebutuhan dasar ini terpuaskan, dengan segera kebutuhan-kebutuhan lain (yang lebih tinggi tingkatnya) akan muncul dan mendominasi perilaku manusia.
Contohnya adalah : Sandang / pakaian, pangan / makanan, papan / rumah, dan kebutuhan biologis seperti buang air besar, buang air kecil, bernafas, dan lain sebagainya.
2. Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan
Segera setelah kebutuhan dasariah terpuaskan, muncullah apa yang digambarkan Maslow sebagai kebutuhan akan rasa aman atau keselamatan. Kebutuhan ini menampilkan diri dalam kategori kebutuhan akan kemantapan, perlindungan, kebebasan dari rasa takut, cemas dan kekalutan; kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas, dan sebagainya. Kebutuhan ini dapat kita amati pada seorang anak. Biasanya seorang anak membutuhkan suatu dunia atau lingkungan yang dapat diramalkan. Seorang anak menyukai konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas tertentu. Jika hal-hal itu tidak ditemukan maka ia akan menjadi cemas dan merasa tidak aman. Orang yang merasa tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas serta akan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing dan tidak diharapkan.
Contoh seperti : Bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa sakit, bebas dari teror, dan lain sebagainya.
3. Kebutuhan Sosial
Setelah terpuaskan kebutuhan akan rasa aman, maka kebutuhan sosial yang mencakup kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki, saling percaya, cinta, dan kasih sayang akan menjadi motivator penting bagi perilaku. Pada tingkat kebutuhan ini, dan belum pernah sebelumnya, orang akan sangat merasakan tiadanya sahabat, kekasih, isteri, suami, atau anak-anak. Ia haus akan relasi yang penuh arti dan penuh kasih dengan orang lain pada umumnya. Ia membutuhkan terutama tempat (peranan) di tengah kelompok atau lingkungannya, dan akan berusaha keras untuk mencapai dan mempertahankannya. Orang di posisi kebutuhan ini bahkan mungkin telah lupa bahwa tatkala masih memuaskan kebutuhan akan makanan, ia pernah meremehkan cinta sebagai hal yang tidak nyata, tidak perlu, dan tidak penting. Sekarang ia akan sangat merasakan perihnya rasa kesepian itu, pengucilan sosial, penolakan, tiadanya keramahan, dan keadaan yang tak menentu.
Misalnya adalah : memiliki teman, memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis, dan lain-lain.
4. Kebutuhan Penghargaan
Menurut Maslow, semua orang dalam masyarakat (kecuali beberapa kasus yang patologis) mempunyai kebutuhan atau menginginkan penilaian terhadap dirinya yang mantap, mempunyai dasar yang kuat, dan biasanya bermutu tinggi, akan rasa hormat diri atau harga diri. Karenanya, Maslow membedakan kebutuhan ini menjadi kebutuhan akan penghargaan secara internal dan eksternal. Yang pertama (internal) mencakup kebutuhan akan harga diri, kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan (kemerdekaan). Yang kedua (eksternal) menyangkut penghargaan dari orang lain, prestise, pengakuan, penerimaan, ketenaran, martabat, perhatian, kedudukan, apresiasi atau nama baik. Orang yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri. Dengan demikian ia akan lebih berpotensi dan produktif. Sebaliknya harga diri yang kurang akan menyebabkan rasa rendah diri, rasa tidak berdaya, bahkan rasa putus asa serta perilaku yang neurotik. Kebebasan atau kemerdekaan pada tingkat kebutuhan ini adalah kebutuhan akan rasa ketidakterikatan oleh hal-hal yang menghambat perwujudan diri. Kebutuhan ini tidak bisa ditukar dengan sebungkus nasi goreng atau sejumlah uang karena kebutuhan akan hal-hal itu telah terpuaskan.
Contoh : pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, dan banyak lagi lainnya.
5. Kebutuhan Akutualisasi Diri (Self Actualization)
Setiap orang ingin mengembangkan kapasitas kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan kebutuhan untuk mewujudkan segala kemampuan (kebolehannya) dan seringkali nampak pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai citra dan cita diri seseorang. Dalam motivasi kerja pada tingkat ini diperlukan kemampuan manajemen untuk dapat mensinkronisasikan antara cita diri dan cita organisasi untuk dapat melahirkan hasil produktivitas organisasi yang lebih tinggi.
Teori Maslow tentang motivasi secara mutlak menunjukkan perwujudan diri sebagai pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang bercirikan pertumbuhan dan pengembangan individu. Perilaku yang ditimbulkannya dapat dimotivasikan oleh manajer dan diarahkan sebagai subjek-subjek yang berperan. Dorongan yang dirangsang ataupun tidak, harus tumbuh sebagai subjek yang memenuhi kebutuhannya masing-masing yang harus dicapainya dan sekaligus selaku subjek yang mencapai hasil untuk sasaran-sasaran organisasi.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat psikologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga.
Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :
- Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
- Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
- Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
Maslow menggambarkan manusia yang sudah mengaktualisasikan diri sebagai orang yang sudah terpenuhi semua kebutuhannya dan melakukan apapun yang bisa mereka lakukan, dengan mengidentifikasikan 15 ciri orang yang telah mengaktualisasikan diri sebagai berikut:
1. Memiliki persepsi akurat tentang realitas.
2. Menikmati pengalaman baru.
3. Memiliki kecenderungan untuk mencapai pengalaman puncak.
4. Memiliki standar moral yang jelas.
5. Memiliki selera humor.
6. Merasa bersaudara dengan semua manusia.
7. Memiliki hubungan pertemanan yang erat.
8. demokratis dalam menerima orang lain.
9. Membutuhkan privasi.
10. Bebas dari budaya dan lingkungan.
11. Kreatif.
12. Spontan.
13. Lebih berpusat pada permasalahan, bukan pada diri sendiri.
14. Mengakui sifat dasar manusia.
15. Tidak selalu ingin menyamakan diri dengan orang lain.
Agar menjadi orang yang sudah mencapai aktualisasi diri, tidak selalu dengan menampilakan semua cirri tersebut. Dan tidak hanya orang yang sudah mengaktualisasikan diri yang menampilakan cirri-ciri tersebut. Namun, orang-orang yang menurut Maslow adalah orang yang mengaktualisasikan diri umumnya lebih sering menampilkan ciri-ciri tersebut dibandingkan kebanyakan dari kita. Sebagian besar dari lima belas ciri tersebut sudah jelas dengan sendirinya, tetapi kita mungkin bertanya-tanya tentangt pengalaman puncak (experience peak). Maslow mendefinisikan pengalaman puncak sebagai saat-saat tatkala dunia tampak utuh dan orang itu merasa selaras dengannya. Pengalaman puncak selalu melekat dalam diri kita dan mengubah persepsi kita mengenai dunia agar menjadi lebih baik lagi.
Bagi sebagian orang, pengalaman puncak diasosiasikan dengan agama, tetapi bisa juga tercetus melalui seni, musik, dan momen-momen yang memerlukan pengambilan resiko. Maslow tidak menyamakan aktualisasi diri dengan kesempurnaan. Orang-orang yang bisa mengaktualisasikan diri pada dasarnya hanya memenuhi potensi dirinya sendiri. Dengan demikian, seseorang bisa saja menjadi tolol, boros, sombong dan tidak sopan sekaligus, tetapi masih tetap bisa mengaktualisasikan dirinya. Orang yang mampu mencapai aktualisasi diri hanya kurang dari satu persen, sebab tidak banyak dari kita yang bisa memenuhi semua kebutuhan yang lebih rendah dalam hirarki.
Teori Tujuan Manusia Bermental Sepak Bola
Teori ini menyatakan bahwa mencapai tujuan adalah sebuah motivator. Hampir setiap orang menyukai kepuasan kerja karena mencapai sebuah tujuan spesifik. Saat seseorang menentukan tujuan yang jelas, kinerja biasanya meningkat sebab:
• Ia akan berorientasi pada hal hal yang diperlukan
• Ia akan berusaha keras mencapai tujuan tersebut
• Tugas tugas sebisa mungkin akan diselesaikan
• Semua jalan untuk mencapai tujuan pasti ditempuh
Bawahan harus menyetujui dan menerima tujuan itu. Bila mereka berpikir sebuah tujuan terlalu sulit atau tidak penting, ia tidak akan ter-motivasi untuk mencapainya.
Teori Penetapan Tujuan (Goal Setting Theory)
Locke mengusulkan model kognitif, yang dinamakan teori tujuan, yang mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat/intentions (tujuan-tujuan) dengan perilaku.
Teori ini secara relatif lempang dan sederhana. Aturan dasarnya ialah penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar. Menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusus dan yang pernyataannya jelas dan dapat diterima oleh tenaga kerja, akan menghasilkan unjuk-kerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan yang taksa, tidak khusus, dan yang mudah dicapai. Teori tujuan, sebagaimana dengan teori keadilan didasarkan pada intuitif yang solid.
Penelitian-penelitian yang didasarkan pada teori ini menggambarkan kemanfaatannya bagi organisasi.
Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management By Objectives =MBO) menggunakan teori penetapan tujuan ini. Berdasarkan tujuan-tujuan perusahaan, secara berurutan, disusun tujuan-tujuan untuk divisi, bagian sampai satuan kerja yang terkecil untuk diakhiri penetapan sasaran kerja untuk setiap karyawan dalam kurun waktu tertentu.
Penetapan tujuan juga dapat ditemukan dalam teori motivasi harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran-sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbeda-beda.
Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri, dapat seperti MBO, diwajibkan oleh organisasi sebagai satu kebijakan peusahaan. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan ia akan memiliki keterikatan (commitment) besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yang telah ia tetapkan. Bila seorang tenaga kerja memiliki motivasi kerja yang lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas untuk menetapkan sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu dapat terjadi bahwa keterikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu besar.
Referensi :
Teori hirarki maslow http://www.scribd.com/doc/14176081/Teori-Hierarki-Kebutuhan-Maslow
Teori tujuan http://id.wikipedia.org/wiki/TEORI_MOTIVASI
Teori penetapan tujuan http://wangmuba.com/2009/02/18/teori-penetapan-tujuan-goal-setting-theory/
Kamis, 12 November 2009
teori motivasi
TEORI MOTIVASI, TEORI DRIVE REINFORCEMENT, TEORI HARAPAN
TEORI MOTIVASI
Motivasi dapat diartikan sebagai faktor pendorong yang berasal dalam diri manusia, yang akan mempengaruhi cara bertindak seseorang. Dengan demikian, motivasi kerja akan berpengaruh terhadap performansi pekerja.
Menurut Hilgard dan Atkinson, tidaklah mudah untuk menjelaskan motifasi sebab :
1. Pernyataan motif antar orang adalah tidak sama, budaya yang berbeda akan menghasilkan ekspresi motif yang berbeda pula.
2. Motif yang tidak sama dapat diwujudkan dalam berbagai prilaku yang tidak sama.
3. Motif yang tidak sama dapat diekspresikan melalui prilaku yang sama.
4. Motif dapat muncul dalam bentuk-bentuk prilaku yang sulit dijelaskan
5. Suatu ekspresi prilaku dapat muncul sebagai perwujudan dari berbagai motif.
Berikut ini dikemukakan huraian mengenai motif yang ada pada manusia sebagai factor pendorong dari prilaku manusia.
* Motif Kekuasaan
Merupakan kebutuhan manusia untuk memanipulasi manusia lain melalui keunggulan-keunggulan yang dimilikinya. Clelland menyimpulkan bahwa motif kekuasaan dapat berfifat negatif atau positif. Motif kekuasaan yang bersifat negatif berkaitan dengan kekuasaan seseorang. Sedangkan motif kekuasaan yang bersifat positif berkaitan dengan kekuasaan social (power yang dipergunakan untuk berpartisipasi dalam mencapai tujuan kelompok).
* Motif Berprestasi
Merupakan keinginan atau kehendak untuk menyelesaikan suatu tugas secara sempurna, atau sukses didalam situasi persaingan (Chelland). Menurut dia, setiap orang mempunyai kadar n Ach (needs for achievement) yang berlainan. Karakteristik seseorang yang mempunyai kadar n Ach yang tinggi (high achiever) adalah :
1. Risiko moderat (Moderate Risks) adalah memilih suatu resiko secara moderat
2. Umpan balik segera (Immediate Feedback) adalah cenderung memilih tugas yang segera dapat memberikan umpan balik mengenai kemajuan yang telah dicapai dalam mewujudkan tujuan, cenderung memilih tugas-tugas yang mempunyai criteria performansi yang spesifik.
3. Kesempurnaan (accomplishment) adalah senang dalam pekerjaan yang dapat memberikan kepuasaan pada dirinya.
4. Pemilihan tugas adalah menyelesaikan pekerjaan yang telah di pilih secara tuntas dengan usaha maiksimum sesuai dengan kemampuannya.
· Motif Untuk Bergabung
Menurut Schachter motif untuk bergabung dapat diartikan sebagai kebutuhan untuk berada bersama orang lain. Kesimpulan ini diperoleh oleh Schachter dari studinya yang mempelajari hubungan antara rasa takut dengan kebutuhan berafiliansi.
* Motif Keamanan (Security Motive)
Merupakan kebutuhan untuk melindungi diri dari hambatan atau gangguan yang akan mengancam keberadaannya. Di dalam sebuah perusahaan misalnya, salah satu cara untuk menjaga agar para karyawan merasa aman di hari tuanya kelak, adalah dengan memberikan jaminan hari tua, pesangon, asuransi, dan sebagainya.
* Motif Status (Status Motive)
Merupakan kebutuhan manusia untuk mencapai atau menduduki tingkatan tertentu di dalam sebuah kelompok, organisasi atau masyarakat. Parsons, seorang ahli sosiologi menyimpulkan adanya beberapa sumber status seseorang yaitu :
1. Keanggotaan di dalam sebuah keluarga. Misalnya, seorang anggota keluarga yang memperoleh status yang tinggi oleh karena keluarga tersebut mempunyai status yang tinggi di lingkungannya.
2. kualitas perseorangan yang termasuk dalam kualitas perseorangan antara lain karakteristik fisik, usia, jenis kelamin, kepribadian.
3. Prestasi yang dicapai oleh seseorang dapat mempengaruhi statusnya. Misalnya, pekerja yang berpendidikan, berpengalaman, mempunyai gelar, dsb.
4. Aspek materi dapat mempengaruhi status seseorang di dalam lingkungannya. Misalnya, jumlah kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
5. Kekuasaan dan kekuatan (Autoriry and Power). Dalam suatu organisasi, individu yang memiliki kekuasaan atau kewenangan yang formal akan memperoleh status yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu-individu yang ada di bawahnya.
Selain dari teori-teori di atas, Teori Motivasi itu juga dapat dirumuskan kembali menjadi 3 kelompok, yaitu :
1. Teori Kepuasan ( Content Theory )
2. Teori Proses ( Process Theory )
3. Teori Pengukuhan ( Reinforcement Theory )
A. Teori Kepuasan ( Content Theory )
Pada dasarnya Teori ini lebih didekatkan pada factor – factor kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkannya bertindak dan berperilaku dengan cara tertentu. Hal yang memotivasi semangat bekerja seseorang adalah untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan material maupun nonmaterial yang diperolehnya dari hasil pekerjaannya. Jika kebutuhan dan kepuasannya semakin terpenuhi maka semangat kerjanya pun akan semakin baik pula. Jadi pada kesimpulannya, seseorang akan bertindak (bersemangat bekerja) untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan (Inner Needs) dan kepuasannya. Misalnya mahasiswa A ingin lulus dengan IPK 3,8. Dia akan terdorong untuk lebih giat belajar dibandingkan dengan mahasiswa B yang ingin lulus dengan IP 2,8.
Teori kepuasan (Content Theory) ini banyak dikenal antara lain :
1. Teori Motivasi klasik oleh F.W. Taylor.
2. Maslow’s Need Hierarchy Yheory (A Theory of Human Motivation) oleh A.H. Maslow.
3. Herzberg’s Two Factor Theory oleh Frederick Herzberg.
4. Mc. Clelland’s Achievement Motivation Theory oleh Mc.Clelland.
5. Existence, Relatedness and Growth (ERG) Yheory oleh Alderfer.
6. Teori Motivasi Human Relations
7. Teori Motivasi Claude S. George
1. Teori Motivasi Klasik
Teori ini dikemukakan oleh Frederik Winslow Taylor. Menurutnya, motivasi para pekerja itu hanya untuk dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan biologis saja. Sedangkan kebutuhan biologis itu sendiri adalah kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang.
2. Maslow’s Need Hierarchy Theory
Teori ini dikemukakan oleh A.H. Maslow tahun 1943. Teori ini juga merupakan kelanjutan dari Human Science Theory Elton Mayo (1880-1949) yang menyatakan bahwa kebutuhan dan kepuasaan seseorang itu jamak yaitu kebutuhan biologis dan psikologis berupa material dan nonmaterial.
Dasar Maslow’s Need Hierarchy Theory :
1. Manusia adalah makhluk sosial yang berkeinginan. Ia selalu menginginkan lebih banyak. Keinginan ini terus menerus, baru berhenti jika akhir hayatnya tiba.
2. Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivasi bagi pelakunya, hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang menjadi alat motivasi.
Ada beberapa macam kebutuhan, antara lain :
- Physiological Needs
Physiological Needs (kebutuhan fisik = biologis) yaitu kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang, seperti makan, minum, udara, perumahan dan lain-lainnya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan fisik ini merangsang seeorang berperilaku dan bekerja giat.
- Safety and Security needs
Safety and Security needs (keamanan dan keselamatan) adalah kebutuhan akan keamanan dari ancaman, yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melakukan pekerjaan.
- Affiliation or Acceptance Needs
Affiliation or Acceptance Needs adalah kebutuhan sosial, teman, dicintai dan mencintai serta diterima dalam pergaulan kelompok karyawan dan lingkungannya. Karena manusia adalah makhluk sosial, sudah jelas ia menginginkan kebutuhan-kebutuhan social.
- Esteem or Status or Egoistic Needs
Esteem or Status or Egoistic Needs adalah kebutuhan akan penghargaan diri, pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungannya. Prestise dan status dimanifestasikan oleh banyak hal yang digunakan sebagai simbol status. Misalnya, memakai dasi untuk membedakan seorang pimpinan dengan anak buahnya dan lain-lain.
- Self Actuallization
Self Actuallization adalah kebutuhan aktualisasi diri dengan menggunakan kecakapan, kemampuan, ketrampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan atau luar biasa yang sulit dicapai orang lain. Kebutuhan aktualisasi diri berbeda dengan kebutuhan lain dalam dua hal, yaitu :
1. Kebutuhan aktualisasi diri tidak dapat dipenuhi dari luar. Pemenuhannya hanya berasarkan keinginan atas usaha individu itu sendiri.
2. Aktualisasi diri berhubungan dengan pertumbuhan seorang individu. Kebutuhan ini berlangsung terus-menerus terutama sejalan dengan meningkatkan jenjang karier seorang individu.
Dari uraian di atas, Maslow’s Need Hierarchy Theory ini mempunyai kebaikan dan kelemahan, sebagai berikut :
Kebaikannya:
1. Teori ini memberikan informasi bahwa kebutuhan manusia itu jamak (material dan nonmaterial) dan bobotnya bertingkat-tingkat pula.
2. Manajer mengetahui bahwa seseorang berperilaku atau bekerja adalah untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan (material dan nonmaterial) yang akan memberikan kepuasaan baginya.
3. Kebutuhan manusia itu berjenjang sesuai dengan kedudukan atau sosial ekonominya. Seseorang yang berkedudukan rendah (sosial ekonomi lemah)cenderung dimotivasi oleh material, sedang orang yang berkedudukan tinggi cenderung dimotivasi oleh nonmaterial.
4. Manajer akan lebih mudah memberikan alat motivasi yang paling sesuai untuk merangsang semangat bekerja bawahannya.
Kelemahannya :
Menurut teori ini kebutuhan manusia itu adalah bertingkat-tingkat atau hierarkis, tetapi dalam kenyataannya manusia menginginkan tercapai sekaligus dan kebutuhan itu merupakan siklus, seperti lapar-makan-lapar lagi-makan lagi dan seterusnya.
3. Herzberg’s Two Factors Teory
Teori Motivasi Dua Faktor atau Teori Motivasi Kesehatan atau Faktor Higienis. Menurut teori ini motivasi yang ideal yang dapat merangsang usaha adalah peluang untuk melaksanakan tugas yang lebih membutuhkan keahlian dan peluang untuk mengembangkan kemampuan. Ada 3 hal penting berdasarkan penelitian Herzberg yang harus diperhatikan dalam motivasi bawahan yaitu :
1. Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan untuk berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan dapat menikmati pekerjaan itu sendiridan adanya pengakuan atas semuanya itu.
2. Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang bersifat embel-embel saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji, tunjangan, dan lain-lain.
3. Karyawan kecewa, jika peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.
Herzberg menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu :
a. Maintenance Factors
Adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini merupakan kebutuhan yang berlangsung terus-menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi.
b. Motivation Factors
Adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Factor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang berkaitan langsung denagn pekerjaan.
4. Mc. Clelland’s Achievment Motivation Theory
Mc. Clelland’s achievment Motivation Theory atau Teori Motivasi Prestasi dikemukakan oleh David Mc.Clelland. Teori ini berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial. Energi ini akan dimanfaatkan oleh karyawan karena didorong oleh kekuatan motif dan kebutuhan dasar yang terlibat, harapan keberhasilannya, dan nilai insentif yang terlekat pada tujuan.
Mc. Clelland mengelompokan 3 kebutuhan manusia yang dapat memotivasi gairah bekerja seseorang, yaitu :
- Kebutuhan akan Prestasi ( Need for Achievment )
- Kebutuhan akan Afiliasi ( Need for Affiliation )
- Kebutuhan akan Kekuasaan ( Need for Power
5. ERG Theory Alderfer
Existence, relatednes, and Growth ( ERG ) Theory ini dikemukakan oleh Clayton Alderfer seorang ahli dari Yale University. Teori ini juga merupakan penyempurnaan dari teori kebutuhan yang dikemukakan oleh A.H. Maslow. Alderfer mengemukakan bahwa ada 3 kelompok kebutuhan yang utama, yaitu :
1. Kebutuhan akan Keberadaan ( Existence Needs ), berhubungan dengankebutuhan dasar termasuk didalamnya Physiological Needs dan Safety Needs dari Maslow.
2. Kebutuha akan Afiliasi ( Relatedness Needs ), menekankan akan pentingnya hubungan antar-individu ( interpersonal relationship ) dan bermasyarakat ( social relationship ).
3. Kebutuhan akan Kemajuan ( Growth Needs ), dalah keinginan intrinsik dalam diri seseorang untuk maju atau meningkatkan kemampuan pribadinya.
6. Teori Motivasi Human Relations
Teori ini lebih mengutamakan pada hubungan seseorang dengan lingkungannya. Menurut teori ini seseorang akan berprestasi baik, jika ia diterima dan diakui dalam pekerjaannya dan lingkungannya. Teori ini juga menekankan peranan aktif pimpinan organisai dalm memelihara hubungan dan kontak-kontak pribadi denga bawahannya yang dapat membangkitkan gairah kerja.
7. Teori Motivasi Claude S. George
Teori ini menyatakan bahwa seseorang mwmpunyai kebutuhan yang berhubungan dengan tempat dan suasana di lingkungan bekerjanya, yaitu :
1. upah yang layak
2. kesempatan untuk maju
3. pengakuan sebagai individu
4. keamanan bekerja
5. tempat kerja yang baik
6. penerimaan oleh kelompok
7. perlakuan yang wajar
8. pengakuan atas prestasi
B. Teori Proses ( Process Theory )
Teori proses ini pada dasarnya berusaha untuk menjawab pertanyaan, bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara, dan menghentikan perilaku individu, agar setiap individu bekerja giat sesuai dengan keinginan manajjer. Teori ini juga merupakan proses sebab dan akibat bagaimana seseorang bekerja serta hasil apa yang akan diperolehnya. Jadi hasil yang dicapai tercermin dalam bagaimana proses kegiatan yang dilakukan seseorang. Bisa dikatakan bahwa hasil hari ini merupakan kegiatan hari kemarin. Teori Proses ini, dikenal atas :
* Teori Harapan ( Expectancy Theory )
Teori ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom yang menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya tergantung dari hubungan timbal balik antara apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari hasil pekerjaan itu.
Teori harapan ini didasarkan atas :
1. Harapan (Expectancy), adalah suatu kesempatan yang diberikan akan terjadi karena perilaku.
2. Nilai (Valence) adalah akibat dari perilaku tertentu mempunyai nilai / martabat tertentu (daya/nilai motivasi) bagi setiap individu yang bersangkutan.
3. Pertautan (Instrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua.
* Teori Keadilan (Equaty Theory)
Keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi semagat kerja seseorang, jadi atasan harus bertindak adil terhadap setiap bawahannya. Penilaian dan pengakuan mengenai perilaku bawahan harus dilakukan secara objektif..
Teori Drive – Reinforcement
Pengertian Teori Drive
Teori ”drive” bisa diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang atau binatang. Contohnya., Freud ( 1940-1949 ) berdasarkan ide-idenya tentang kepribadian pada bawaan, dalam kelahiran, dorongan seksual dan agresif, atau drive (teorinya akan diterangkan secara lebih detail dalam bab kepribadian). Secara umum , teori-teori drive mengatakan hal-hal berikut : ketika suatu keadaan dorongan internal muncul, individu di dorong untuk mengaturnya dalam perilaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong.
Pada manusia dapat mencapai tujuan yang memadai yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan dan memuaskan. Jadi motivasi dapat dikatakan terdiri dari:
1. Suatu keadaan yang mendorong
2. Perilaku yang mengarah ke tujuan yang diilhami oleh keadaan terdorong
3. Pencapaian tujuan yang memadai
4. Pengurangan dan kepusaan subjektif dan kelegaan ke tingkat tujuan yang tercapai
Setelah keadaan itu, keadaan terdorong akan muncul lagi untuk mendorong perilaku ke arah tujuan yang sesuai. Pengulangan kejadian yang baru saja diuraikan seringkali disebut lingkaran korelasi.
Teori-teori Drive berbeda dalam sumber dari keadaan terdorong yang memaksa manusia atau binatang bertindak. Be berapa teori, termasuk teori Freud, dipahami oleh keadaan terdorong sejak belum lahir, atau instingtif. Tentang perilaku binatang, khususnya ahli ethologi telah mengusulkan suatu penjelasan suatu mekanisme dorongan sejak kelahiran (tinbergen, lorenz, dan leyhausen dalam morgan, dkk. 1986). Teori-teori drive yang lain telah mengembangkan peran belajar dalamkeaslian keadaan terdorong. Contohnya, dorongan yang di pelajari (learned drives), seperti mereka sebut, keaslian dalam latihan seseorang atau binatang atau pengalaman masa lalu dan yang berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Karena penggunaan minuman keras sebelumnya, ketagihan heroin, contohnya mengembangkan suatu dorongan untuk mendapatkan hal tersebut, dan karena itu mendorong ke arah itu. Dan dalam realisasi motif sosial, orang telah belajar dorongan untuk kekuasaan, agresi atau prestasi. Keadaan terdorong yang dipelajari menjadi ciri abadi dari orag tertentu dan mendorong orang itu ke arah tujuan yang memadai, orang lain mungkin belajar motif sosial yang lain dan didorong ke arah tujuan yang berbeda.
Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian konpensasi. Misalnya promosi seorang karyawan itu tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku tersebut. Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
2. Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
Jadi prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh stimulus yang bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman (Punishment) selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila tanggapan (response) itu diikuti oleh rangsangan yang bersyarat. Contoh : pengukuhan yang relatif malar adalah mendapatkan pujian setelah seseorang memproduksi tiap-tiap unit atau setiap hari disambut dengan hangat oleh manajer.
referensi :
teori motivasi http://www.scribd.com/doc/7479473/TEORI-MOTIVASI
TEORI MOTIVASI
Motivasi dapat diartikan sebagai faktor pendorong yang berasal dalam diri manusia, yang akan mempengaruhi cara bertindak seseorang. Dengan demikian, motivasi kerja akan berpengaruh terhadap performansi pekerja.
Menurut Hilgard dan Atkinson, tidaklah mudah untuk menjelaskan motifasi sebab :
1. Pernyataan motif antar orang adalah tidak sama, budaya yang berbeda akan menghasilkan ekspresi motif yang berbeda pula.
2. Motif yang tidak sama dapat diwujudkan dalam berbagai prilaku yang tidak sama.
3. Motif yang tidak sama dapat diekspresikan melalui prilaku yang sama.
4. Motif dapat muncul dalam bentuk-bentuk prilaku yang sulit dijelaskan
5. Suatu ekspresi prilaku dapat muncul sebagai perwujudan dari berbagai motif.
Berikut ini dikemukakan huraian mengenai motif yang ada pada manusia sebagai factor pendorong dari prilaku manusia.
* Motif Kekuasaan
Merupakan kebutuhan manusia untuk memanipulasi manusia lain melalui keunggulan-keunggulan yang dimilikinya. Clelland menyimpulkan bahwa motif kekuasaan dapat berfifat negatif atau positif. Motif kekuasaan yang bersifat negatif berkaitan dengan kekuasaan seseorang. Sedangkan motif kekuasaan yang bersifat positif berkaitan dengan kekuasaan social (power yang dipergunakan untuk berpartisipasi dalam mencapai tujuan kelompok).
* Motif Berprestasi
Merupakan keinginan atau kehendak untuk menyelesaikan suatu tugas secara sempurna, atau sukses didalam situasi persaingan (Chelland). Menurut dia, setiap orang mempunyai kadar n Ach (needs for achievement) yang berlainan. Karakteristik seseorang yang mempunyai kadar n Ach yang tinggi (high achiever) adalah :
1. Risiko moderat (Moderate Risks) adalah memilih suatu resiko secara moderat
2. Umpan balik segera (Immediate Feedback) adalah cenderung memilih tugas yang segera dapat memberikan umpan balik mengenai kemajuan yang telah dicapai dalam mewujudkan tujuan, cenderung memilih tugas-tugas yang mempunyai criteria performansi yang spesifik.
3. Kesempurnaan (accomplishment) adalah senang dalam pekerjaan yang dapat memberikan kepuasaan pada dirinya.
4. Pemilihan tugas adalah menyelesaikan pekerjaan yang telah di pilih secara tuntas dengan usaha maiksimum sesuai dengan kemampuannya.
· Motif Untuk Bergabung
Menurut Schachter motif untuk bergabung dapat diartikan sebagai kebutuhan untuk berada bersama orang lain. Kesimpulan ini diperoleh oleh Schachter dari studinya yang mempelajari hubungan antara rasa takut dengan kebutuhan berafiliansi.
* Motif Keamanan (Security Motive)
Merupakan kebutuhan untuk melindungi diri dari hambatan atau gangguan yang akan mengancam keberadaannya. Di dalam sebuah perusahaan misalnya, salah satu cara untuk menjaga agar para karyawan merasa aman di hari tuanya kelak, adalah dengan memberikan jaminan hari tua, pesangon, asuransi, dan sebagainya.
* Motif Status (Status Motive)
Merupakan kebutuhan manusia untuk mencapai atau menduduki tingkatan tertentu di dalam sebuah kelompok, organisasi atau masyarakat. Parsons, seorang ahli sosiologi menyimpulkan adanya beberapa sumber status seseorang yaitu :
1. Keanggotaan di dalam sebuah keluarga. Misalnya, seorang anggota keluarga yang memperoleh status yang tinggi oleh karena keluarga tersebut mempunyai status yang tinggi di lingkungannya.
2. kualitas perseorangan yang termasuk dalam kualitas perseorangan antara lain karakteristik fisik, usia, jenis kelamin, kepribadian.
3. Prestasi yang dicapai oleh seseorang dapat mempengaruhi statusnya. Misalnya, pekerja yang berpendidikan, berpengalaman, mempunyai gelar, dsb.
4. Aspek materi dapat mempengaruhi status seseorang di dalam lingkungannya. Misalnya, jumlah kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
5. Kekuasaan dan kekuatan (Autoriry and Power). Dalam suatu organisasi, individu yang memiliki kekuasaan atau kewenangan yang formal akan memperoleh status yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu-individu yang ada di bawahnya.
Selain dari teori-teori di atas, Teori Motivasi itu juga dapat dirumuskan kembali menjadi 3 kelompok, yaitu :
1. Teori Kepuasan ( Content Theory )
2. Teori Proses ( Process Theory )
3. Teori Pengukuhan ( Reinforcement Theory )
A. Teori Kepuasan ( Content Theory )
Pada dasarnya Teori ini lebih didekatkan pada factor – factor kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkannya bertindak dan berperilaku dengan cara tertentu. Hal yang memotivasi semangat bekerja seseorang adalah untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan material maupun nonmaterial yang diperolehnya dari hasil pekerjaannya. Jika kebutuhan dan kepuasannya semakin terpenuhi maka semangat kerjanya pun akan semakin baik pula. Jadi pada kesimpulannya, seseorang akan bertindak (bersemangat bekerja) untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan (Inner Needs) dan kepuasannya. Misalnya mahasiswa A ingin lulus dengan IPK 3,8. Dia akan terdorong untuk lebih giat belajar dibandingkan dengan mahasiswa B yang ingin lulus dengan IP 2,8.
Teori kepuasan (Content Theory) ini banyak dikenal antara lain :
1. Teori Motivasi klasik oleh F.W. Taylor.
2. Maslow’s Need Hierarchy Yheory (A Theory of Human Motivation) oleh A.H. Maslow.
3. Herzberg’s Two Factor Theory oleh Frederick Herzberg.
4. Mc. Clelland’s Achievement Motivation Theory oleh Mc.Clelland.
5. Existence, Relatedness and Growth (ERG) Yheory oleh Alderfer.
6. Teori Motivasi Human Relations
7. Teori Motivasi Claude S. George
1. Teori Motivasi Klasik
Teori ini dikemukakan oleh Frederik Winslow Taylor. Menurutnya, motivasi para pekerja itu hanya untuk dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan biologis saja. Sedangkan kebutuhan biologis itu sendiri adalah kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang.
2. Maslow’s Need Hierarchy Theory
Teori ini dikemukakan oleh A.H. Maslow tahun 1943. Teori ini juga merupakan kelanjutan dari Human Science Theory Elton Mayo (1880-1949) yang menyatakan bahwa kebutuhan dan kepuasaan seseorang itu jamak yaitu kebutuhan biologis dan psikologis berupa material dan nonmaterial.
Dasar Maslow’s Need Hierarchy Theory :
1. Manusia adalah makhluk sosial yang berkeinginan. Ia selalu menginginkan lebih banyak. Keinginan ini terus menerus, baru berhenti jika akhir hayatnya tiba.
2. Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivasi bagi pelakunya, hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang menjadi alat motivasi.
Ada beberapa macam kebutuhan, antara lain :
- Physiological Needs
Physiological Needs (kebutuhan fisik = biologis) yaitu kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang, seperti makan, minum, udara, perumahan dan lain-lainnya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan fisik ini merangsang seeorang berperilaku dan bekerja giat.
- Safety and Security needs
Safety and Security needs (keamanan dan keselamatan) adalah kebutuhan akan keamanan dari ancaman, yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melakukan pekerjaan.
- Affiliation or Acceptance Needs
Affiliation or Acceptance Needs adalah kebutuhan sosial, teman, dicintai dan mencintai serta diterima dalam pergaulan kelompok karyawan dan lingkungannya. Karena manusia adalah makhluk sosial, sudah jelas ia menginginkan kebutuhan-kebutuhan social.
- Esteem or Status or Egoistic Needs
Esteem or Status or Egoistic Needs adalah kebutuhan akan penghargaan diri, pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungannya. Prestise dan status dimanifestasikan oleh banyak hal yang digunakan sebagai simbol status. Misalnya, memakai dasi untuk membedakan seorang pimpinan dengan anak buahnya dan lain-lain.
- Self Actuallization
Self Actuallization adalah kebutuhan aktualisasi diri dengan menggunakan kecakapan, kemampuan, ketrampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan atau luar biasa yang sulit dicapai orang lain. Kebutuhan aktualisasi diri berbeda dengan kebutuhan lain dalam dua hal, yaitu :
1. Kebutuhan aktualisasi diri tidak dapat dipenuhi dari luar. Pemenuhannya hanya berasarkan keinginan atas usaha individu itu sendiri.
2. Aktualisasi diri berhubungan dengan pertumbuhan seorang individu. Kebutuhan ini berlangsung terus-menerus terutama sejalan dengan meningkatkan jenjang karier seorang individu.
Dari uraian di atas, Maslow’s Need Hierarchy Theory ini mempunyai kebaikan dan kelemahan, sebagai berikut :
Kebaikannya:
1. Teori ini memberikan informasi bahwa kebutuhan manusia itu jamak (material dan nonmaterial) dan bobotnya bertingkat-tingkat pula.
2. Manajer mengetahui bahwa seseorang berperilaku atau bekerja adalah untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan (material dan nonmaterial) yang akan memberikan kepuasaan baginya.
3. Kebutuhan manusia itu berjenjang sesuai dengan kedudukan atau sosial ekonominya. Seseorang yang berkedudukan rendah (sosial ekonomi lemah)cenderung dimotivasi oleh material, sedang orang yang berkedudukan tinggi cenderung dimotivasi oleh nonmaterial.
4. Manajer akan lebih mudah memberikan alat motivasi yang paling sesuai untuk merangsang semangat bekerja bawahannya.
Kelemahannya :
Menurut teori ini kebutuhan manusia itu adalah bertingkat-tingkat atau hierarkis, tetapi dalam kenyataannya manusia menginginkan tercapai sekaligus dan kebutuhan itu merupakan siklus, seperti lapar-makan-lapar lagi-makan lagi dan seterusnya.
3. Herzberg’s Two Factors Teory
Teori Motivasi Dua Faktor atau Teori Motivasi Kesehatan atau Faktor Higienis. Menurut teori ini motivasi yang ideal yang dapat merangsang usaha adalah peluang untuk melaksanakan tugas yang lebih membutuhkan keahlian dan peluang untuk mengembangkan kemampuan. Ada 3 hal penting berdasarkan penelitian Herzberg yang harus diperhatikan dalam motivasi bawahan yaitu :
1. Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan untuk berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan dapat menikmati pekerjaan itu sendiridan adanya pengakuan atas semuanya itu.
2. Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang bersifat embel-embel saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji, tunjangan, dan lain-lain.
3. Karyawan kecewa, jika peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.
Herzberg menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu :
a. Maintenance Factors
Adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini merupakan kebutuhan yang berlangsung terus-menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi.
b. Motivation Factors
Adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Factor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang berkaitan langsung denagn pekerjaan.
4. Mc. Clelland’s Achievment Motivation Theory
Mc. Clelland’s achievment Motivation Theory atau Teori Motivasi Prestasi dikemukakan oleh David Mc.Clelland. Teori ini berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial. Energi ini akan dimanfaatkan oleh karyawan karena didorong oleh kekuatan motif dan kebutuhan dasar yang terlibat, harapan keberhasilannya, dan nilai insentif yang terlekat pada tujuan.
Mc. Clelland mengelompokan 3 kebutuhan manusia yang dapat memotivasi gairah bekerja seseorang, yaitu :
- Kebutuhan akan Prestasi ( Need for Achievment )
- Kebutuhan akan Afiliasi ( Need for Affiliation )
- Kebutuhan akan Kekuasaan ( Need for Power
5. ERG Theory Alderfer
Existence, relatednes, and Growth ( ERG ) Theory ini dikemukakan oleh Clayton Alderfer seorang ahli dari Yale University. Teori ini juga merupakan penyempurnaan dari teori kebutuhan yang dikemukakan oleh A.H. Maslow. Alderfer mengemukakan bahwa ada 3 kelompok kebutuhan yang utama, yaitu :
1. Kebutuhan akan Keberadaan ( Existence Needs ), berhubungan dengankebutuhan dasar termasuk didalamnya Physiological Needs dan Safety Needs dari Maslow.
2. Kebutuha akan Afiliasi ( Relatedness Needs ), menekankan akan pentingnya hubungan antar-individu ( interpersonal relationship ) dan bermasyarakat ( social relationship ).
3. Kebutuhan akan Kemajuan ( Growth Needs ), dalah keinginan intrinsik dalam diri seseorang untuk maju atau meningkatkan kemampuan pribadinya.
6. Teori Motivasi Human Relations
Teori ini lebih mengutamakan pada hubungan seseorang dengan lingkungannya. Menurut teori ini seseorang akan berprestasi baik, jika ia diterima dan diakui dalam pekerjaannya dan lingkungannya. Teori ini juga menekankan peranan aktif pimpinan organisai dalm memelihara hubungan dan kontak-kontak pribadi denga bawahannya yang dapat membangkitkan gairah kerja.
7. Teori Motivasi Claude S. George
Teori ini menyatakan bahwa seseorang mwmpunyai kebutuhan yang berhubungan dengan tempat dan suasana di lingkungan bekerjanya, yaitu :
1. upah yang layak
2. kesempatan untuk maju
3. pengakuan sebagai individu
4. keamanan bekerja
5. tempat kerja yang baik
6. penerimaan oleh kelompok
7. perlakuan yang wajar
8. pengakuan atas prestasi
B. Teori Proses ( Process Theory )
Teori proses ini pada dasarnya berusaha untuk menjawab pertanyaan, bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara, dan menghentikan perilaku individu, agar setiap individu bekerja giat sesuai dengan keinginan manajjer. Teori ini juga merupakan proses sebab dan akibat bagaimana seseorang bekerja serta hasil apa yang akan diperolehnya. Jadi hasil yang dicapai tercermin dalam bagaimana proses kegiatan yang dilakukan seseorang. Bisa dikatakan bahwa hasil hari ini merupakan kegiatan hari kemarin. Teori Proses ini, dikenal atas :
* Teori Harapan ( Expectancy Theory )
Teori ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom yang menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya tergantung dari hubungan timbal balik antara apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari hasil pekerjaan itu.
Teori harapan ini didasarkan atas :
1. Harapan (Expectancy), adalah suatu kesempatan yang diberikan akan terjadi karena perilaku.
2. Nilai (Valence) adalah akibat dari perilaku tertentu mempunyai nilai / martabat tertentu (daya/nilai motivasi) bagi setiap individu yang bersangkutan.
3. Pertautan (Instrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua.
* Teori Keadilan (Equaty Theory)
Keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi semagat kerja seseorang, jadi atasan harus bertindak adil terhadap setiap bawahannya. Penilaian dan pengakuan mengenai perilaku bawahan harus dilakukan secara objektif..
Teori Drive – Reinforcement
Pengertian Teori Drive
Teori ”drive” bisa diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang atau binatang. Contohnya., Freud ( 1940-1949 ) berdasarkan ide-idenya tentang kepribadian pada bawaan, dalam kelahiran, dorongan seksual dan agresif, atau drive (teorinya akan diterangkan secara lebih detail dalam bab kepribadian). Secara umum , teori-teori drive mengatakan hal-hal berikut : ketika suatu keadaan dorongan internal muncul, individu di dorong untuk mengaturnya dalam perilaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong.
Pada manusia dapat mencapai tujuan yang memadai yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan dan memuaskan. Jadi motivasi dapat dikatakan terdiri dari:
1. Suatu keadaan yang mendorong
2. Perilaku yang mengarah ke tujuan yang diilhami oleh keadaan terdorong
3. Pencapaian tujuan yang memadai
4. Pengurangan dan kepusaan subjektif dan kelegaan ke tingkat tujuan yang tercapai
Setelah keadaan itu, keadaan terdorong akan muncul lagi untuk mendorong perilaku ke arah tujuan yang sesuai. Pengulangan kejadian yang baru saja diuraikan seringkali disebut lingkaran korelasi.
Teori-teori Drive berbeda dalam sumber dari keadaan terdorong yang memaksa manusia atau binatang bertindak. Be berapa teori, termasuk teori Freud, dipahami oleh keadaan terdorong sejak belum lahir, atau instingtif. Tentang perilaku binatang, khususnya ahli ethologi telah mengusulkan suatu penjelasan suatu mekanisme dorongan sejak kelahiran (tinbergen, lorenz, dan leyhausen dalam morgan, dkk. 1986). Teori-teori drive yang lain telah mengembangkan peran belajar dalamkeaslian keadaan terdorong. Contohnya, dorongan yang di pelajari (learned drives), seperti mereka sebut, keaslian dalam latihan seseorang atau binatang atau pengalaman masa lalu dan yang berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Karena penggunaan minuman keras sebelumnya, ketagihan heroin, contohnya mengembangkan suatu dorongan untuk mendapatkan hal tersebut, dan karena itu mendorong ke arah itu. Dan dalam realisasi motif sosial, orang telah belajar dorongan untuk kekuasaan, agresi atau prestasi. Keadaan terdorong yang dipelajari menjadi ciri abadi dari orag tertentu dan mendorong orang itu ke arah tujuan yang memadai, orang lain mungkin belajar motif sosial yang lain dan didorong ke arah tujuan yang berbeda.
Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian konpensasi. Misalnya promosi seorang karyawan itu tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku tersebut. Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
2. Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
Jadi prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh stimulus yang bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman (Punishment) selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila tanggapan (response) itu diikuti oleh rangsangan yang bersyarat. Contoh : pengukuhan yang relatif malar adalah mendapatkan pujian setelah seseorang memproduksi tiap-tiap unit atau setiap hari disambut dengan hangat oleh manajer.
referensi :
teori motivasi http://www.scribd.com/doc/7479473/TEORI-MOTIVASI
Senin, 02 November 2009
LEADERSHIP PART II
LEADERSHIP PART II
psikologi manajemen 0
MODERN CHOICE APPROACH TO PARTICIPATION
Konsep Decision Tree of Leadership dari Vroom & Yetton
Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena keputusan-keputusan yg dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak kpd para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan melaksanakan tugas-tugas pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yg tidak mampu membuat keputusan dengan baik. Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas.
Normative Theory dari Vroom and Yetton sebagai berikut :
* AI (Autocratic) : Pemimpin memecahkan masalah atau membuat keputusan secara unilateral, menggunakan
informasi yang ada.
* AII (Autocratic) : Pemimpin memperoleh informasi yang dibutuhkan dari bawahan namun setelah membuat keputusan unilateral
* CI (Consultative) : Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara perorangan, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
* CII (Consultative) : Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
* GII (Group Decision) : Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat; Keputusan diperoleh melalui diskusi terhadap konsensus.
Dalam memilih alternatif-alternatif pengambilan keputusan tersebut para pemimpin perlu terlebih dahulu membuat pertanyaan kepada diri sendiri, seperti: apakah kualitas pengambilan keputusan yang tinggi diperlukan, apakah saya memiliki informasi yang cukup untuk membuat keputusan yang berkualitas tersebut, apakah permasalahannya telah terstruktur dengan baik. Dalam kaitannya dengan penerimaan keputusan, pemimpin harus bertanya, apakah sangat penting untuk efektifitas implementasi para bawahan menerima keputusan, apakah para bawahan menerima tujuan organisasi yang akan dicapai melalui pemecahan masalah ini.
Normative Theory: Rules Designed To Protect Decision Quality (Vroom & Yetton, 1973)
· Leader Information Rule: Jika kualitas keputusan penting dan anda tidak punya cukup informasi atau ahli untuk memecahkan masalah itu sendiri, eleminasi gaya autucratic.
· Goal Congruence Rule: Jika kualitas keputusan penting dan bawahan tidak suka untuk membuat keputusan yang benar, aturlah keluar gaya partisipasi tertinggi.
· Unstructured Problem Rule: Jika kualitas keputusan penting untuk anda kekurangan cukup informasi dan ahli dan masalah ini tidak terstruktur, eliminasi gaya kepemimpinan autocratic.
· Acceptance Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, eliminasi gaya autocratic.
· Conflict Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, dan mereka memegang opini konflik di luar makna pencapaian beberapa sasaran, eliminasi gaya autocratic.
· Fairness Rule: Jika kualitas keputusan tidak penting, namun pencapaiannya penting, maka gunakan gaya yang paling partisipatif.
· Acceptance Priority Rule: Jika persetujuan adalah kritikan dan belum tentu mempunyai hasil dari keputusan autocratic dan jika bawahan tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi, gunakan gaya yang paling partisipatif.
Model ini membantu pemimpin dalam menentukan gaya yang harus dipakai dalam berbagai situasi. Tidak ada satu gaya yang dapat dipakai pada segala situasi. Fokus utama harus pada masalah yang akan dihadapi dan situasi di mana masalah ini terjadi. Gaya kepemimpinan yang digunakan pada satu situasi tidak boleh membatasi gaya yang dipakai dalam situasi lain.
Hal-hal yang harus diperhatikan :
1. Beberapa proses sosial mempengaruhi tingkat partisipasi bawahan dalam pemecahan masalah
2. Spesifikasi kriteria untuk menilai keefektifan keputusan Yang termasuk dalam keefektifan keputusan antara
lain : kualitas keputusan, komitmen bawahan, dan pertimbangan waktu.
3. Kerangka untuk menggambarkan perilaku atau gaya pemimpin yang spesifik
4. Variabel diagnostik utama yang menggambarkan aspek penting dari situasi kepemimpinan
Contingency Theory of Leaderhip dari Fiedler
Kepemimpinan tidak akan terjadi dalam satu kevakuman sosial atau lingkungan. Para pemimpin mencoba melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya dengan situasi-situasi yg spesifik. Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang dimensi yang berbeda, oleh karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak ada satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik. Namun, sebagaimana telah kita pahami bahwa strategi yg paling efektif mungkin akan bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya.
Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency Approach. Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa berbagai pola perilaku pemimpin (atau ciri) dibutuhkan dalam berbagai situasi bagi efektivitas kepemimpinan. Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin kepada kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal yakni karakteristik pemimpin dan dan oleh berbagai variasi kondisi dan situasi. Untuk dapat memahami secara lengkap efektifitas pemimpin, kedua hal tersebut harus dipertimbangkan.
Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektif dibanding para pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang/hubungan baik dengan orang apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi.
Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat.
Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power).
Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin.
Misalnya :
* Meminta orang tertentu untuk bekerja dalam kelompok
* Memindahkan bawahan tertentu ke luar dari unit
* Sukarela mengarahkan, mengajarkan dan menegur bawahan yang bandel atau sulit diatur
Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku.
Misalnya :
* Jika mungkin, memberikan tugas baru atau tidak biasa pada kelompok
* Bagi tugas menjadi subtugas yang lebih kecil sehingga lebih terstruktur
Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).
Misalnya :
* Tunjukkan pada bawahan siapa yang berkuasa dengan menerapkan seluruh otoritas yang Anda miliki
* Pastikan informasi pada kelompok hanya dapat diperoleh melalui anda
* Biarkan bawahan berpartisipasi dalam perencanaan dan pengambilan keputusan
Path Goal Theory
Salah satu pendekatan yang paling diyakini adalah teori path-goal. Teori path-goal adalah suatu model kontingensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi.
Dasar dari teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Istilah path-goal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls (Robbins, 2002).
Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi.
Menurut teori path goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002). Untuk pengujian pernyataan ini, Robert House mengenali empat perilaku pemimpin. Pemimpin yang berkarakter directive-leader, supportive leader, participative leader dan achievement-oriented leader. Berlawanan dengan pandangan Fiedler tentang perilaku pemimpin, House berasumsi bahwa pemimpin itu bersifat fleksibel. Teori path goal mengimplikasikan bahwa pemimpin yang sama mampu menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada situasi (Robins, 2002).
Model kepemimpinan path goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
1. Fungsi Pertama yaitu memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu
bawahannya dalam memahami bagai mana cara kerja yang diperlukan dalam menyelesaikan tugasnya.
2. Fungsi Kedua yaitu meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi dukungan dan
perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.
Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan. Empat perbedaan gaya kepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003)
1. Kepemimpinan pengarah (directive leadership)
Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan.
2. Kepemimpinan pendukung (supportive leadership)
Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.
3. Kepemimpinan partisipatif (participative leadership)
Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.
4. Kepemimpinan berorientasi prestasi (achievement-oriented leadership)
Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut.
Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas, dan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif.
Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model teori path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental pressures and demmand (Gibson, 2003).
1. Karakteristik Bawahan
Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik bawahan mencakup tiga hal, yakni:
a. Letak Kendali (Locus of Control)
Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih menyukai gaya kepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.
b. Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan yang directive, sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism rendah cenderung memilih gaya kepemimpinan partisipatif.
c. Kemampuan (Abilities)
Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportive yang lebih suka memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive.
2. Karakteristik Lingkungan
Pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
a. Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
b. Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.
Karakteristik lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:
a. Struktur Tugas
Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
b. Wewenang Formal
Kepemimpinan yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan participative bagi organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi
c. Kelompok Kerja
Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan supportive.
Referensi :
Iwan. (2008). Leadership. http://www.slideshare.net
Prasetyo, Iis. (2009). Path Goal Theory dalam Kepemimpinan. http://blog.uny.ac.id/iisprasetyo/2009/08/31/teori-path-goal-dalam-kepemimpinan/
Anonim. (2008). Teori Kepemimpinan Klasik : Teori Kontingensi. http://smileboys.blogspot.com/2008/06/teori-kepemimpinan-klasik-dan-teori.html
Anonim. (2008). Perilaku dan Managemen Organisasi. http://fe-manajemen.unila.ac.id/~perkuliahan/bahanajar/.../bab_15.ppt
Anonim. (2009). Teori Kepemimpinan. http://myblogmyown.wordpress.com
Buku
Ivancevich, M John, dkk. 2007. Perilaku dan Managemen Organisasi Jilid Dua Edisi Ketujuh. http://fe-manajemen.unila.ac.id/perkuliahan/bahan-ajar/bab_15.ppt
Jurnal
Ari Prasetyo
PENGARUH GAYA KEPIMPINAN DENGAN PATH-GOAL THEORY TERHADAP PRESTASI KERJA DOSEN UNIVERSITAS AIRLANGGA DENGAN KARAKTERISTIK LINGKUNGAN KERJA DAN KARAKTERISTIK BAWAHAN SEBAGAI VARIABEL MODERATOR
Faculty of Economic Airlangga University Surabaya
http://www.adln.lib.unair.ac.id
2008
Laras Shinta
LINGKUNGAN KERJA DAN KARAKTERISTIK BAWAHAN TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN DEPARTEMEN PROGRAM RADIO ISTARA FM SURABAYA
Undergraduate Theses Airlangga University
http://www.adln.lib.unair.ac.id
psikologi manajemen 0
MODERN CHOICE APPROACH TO PARTICIPATION
Konsep Decision Tree of Leadership dari Vroom & Yetton
Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena keputusan-keputusan yg dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak kpd para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan melaksanakan tugas-tugas pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yg tidak mampu membuat keputusan dengan baik. Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas.
Normative Theory dari Vroom and Yetton sebagai berikut :
* AI (Autocratic) : Pemimpin memecahkan masalah atau membuat keputusan secara unilateral, menggunakan
informasi yang ada.
* AII (Autocratic) : Pemimpin memperoleh informasi yang dibutuhkan dari bawahan namun setelah membuat keputusan unilateral
* CI (Consultative) : Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara perorangan, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
* CII (Consultative) : Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
* GII (Group Decision) : Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat; Keputusan diperoleh melalui diskusi terhadap konsensus.
Dalam memilih alternatif-alternatif pengambilan keputusan tersebut para pemimpin perlu terlebih dahulu membuat pertanyaan kepada diri sendiri, seperti: apakah kualitas pengambilan keputusan yang tinggi diperlukan, apakah saya memiliki informasi yang cukup untuk membuat keputusan yang berkualitas tersebut, apakah permasalahannya telah terstruktur dengan baik. Dalam kaitannya dengan penerimaan keputusan, pemimpin harus bertanya, apakah sangat penting untuk efektifitas implementasi para bawahan menerima keputusan, apakah para bawahan menerima tujuan organisasi yang akan dicapai melalui pemecahan masalah ini.
Normative Theory: Rules Designed To Protect Decision Quality (Vroom & Yetton, 1973)
· Leader Information Rule: Jika kualitas keputusan penting dan anda tidak punya cukup informasi atau ahli untuk memecahkan masalah itu sendiri, eleminasi gaya autucratic.
· Goal Congruence Rule: Jika kualitas keputusan penting dan bawahan tidak suka untuk membuat keputusan yang benar, aturlah keluar gaya partisipasi tertinggi.
· Unstructured Problem Rule: Jika kualitas keputusan penting untuk anda kekurangan cukup informasi dan ahli dan masalah ini tidak terstruktur, eliminasi gaya kepemimpinan autocratic.
· Acceptance Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, eliminasi gaya autocratic.
· Conflict Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, dan mereka memegang opini konflik di luar makna pencapaian beberapa sasaran, eliminasi gaya autocratic.
· Fairness Rule: Jika kualitas keputusan tidak penting, namun pencapaiannya penting, maka gunakan gaya yang paling partisipatif.
· Acceptance Priority Rule: Jika persetujuan adalah kritikan dan belum tentu mempunyai hasil dari keputusan autocratic dan jika bawahan tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi, gunakan gaya yang paling partisipatif.
Model ini membantu pemimpin dalam menentukan gaya yang harus dipakai dalam berbagai situasi. Tidak ada satu gaya yang dapat dipakai pada segala situasi. Fokus utama harus pada masalah yang akan dihadapi dan situasi di mana masalah ini terjadi. Gaya kepemimpinan yang digunakan pada satu situasi tidak boleh membatasi gaya yang dipakai dalam situasi lain.
Hal-hal yang harus diperhatikan :
1. Beberapa proses sosial mempengaruhi tingkat partisipasi bawahan dalam pemecahan masalah
2. Spesifikasi kriteria untuk menilai keefektifan keputusan Yang termasuk dalam keefektifan keputusan antara
lain : kualitas keputusan, komitmen bawahan, dan pertimbangan waktu.
3. Kerangka untuk menggambarkan perilaku atau gaya pemimpin yang spesifik
4. Variabel diagnostik utama yang menggambarkan aspek penting dari situasi kepemimpinan
Contingency Theory of Leaderhip dari Fiedler
Kepemimpinan tidak akan terjadi dalam satu kevakuman sosial atau lingkungan. Para pemimpin mencoba melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya dengan situasi-situasi yg spesifik. Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang dimensi yang berbeda, oleh karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak ada satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik. Namun, sebagaimana telah kita pahami bahwa strategi yg paling efektif mungkin akan bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya.
Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency Approach. Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa berbagai pola perilaku pemimpin (atau ciri) dibutuhkan dalam berbagai situasi bagi efektivitas kepemimpinan. Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin kepada kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal yakni karakteristik pemimpin dan dan oleh berbagai variasi kondisi dan situasi. Untuk dapat memahami secara lengkap efektifitas pemimpin, kedua hal tersebut harus dipertimbangkan.
Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektif dibanding para pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang/hubungan baik dengan orang apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi.
Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat.
Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power).
Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin.
Misalnya :
* Meminta orang tertentu untuk bekerja dalam kelompok
* Memindahkan bawahan tertentu ke luar dari unit
* Sukarela mengarahkan, mengajarkan dan menegur bawahan yang bandel atau sulit diatur
Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku.
Misalnya :
* Jika mungkin, memberikan tugas baru atau tidak biasa pada kelompok
* Bagi tugas menjadi subtugas yang lebih kecil sehingga lebih terstruktur
Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).
Misalnya :
* Tunjukkan pada bawahan siapa yang berkuasa dengan menerapkan seluruh otoritas yang Anda miliki
* Pastikan informasi pada kelompok hanya dapat diperoleh melalui anda
* Biarkan bawahan berpartisipasi dalam perencanaan dan pengambilan keputusan
Path Goal Theory
Salah satu pendekatan yang paling diyakini adalah teori path-goal. Teori path-goal adalah suatu model kontingensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi.
Dasar dari teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Istilah path-goal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls (Robbins, 2002).
Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi.
Menurut teori path goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002). Untuk pengujian pernyataan ini, Robert House mengenali empat perilaku pemimpin. Pemimpin yang berkarakter directive-leader, supportive leader, participative leader dan achievement-oriented leader. Berlawanan dengan pandangan Fiedler tentang perilaku pemimpin, House berasumsi bahwa pemimpin itu bersifat fleksibel. Teori path goal mengimplikasikan bahwa pemimpin yang sama mampu menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada situasi (Robins, 2002).
Model kepemimpinan path goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
1. Fungsi Pertama yaitu memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu
bawahannya dalam memahami bagai mana cara kerja yang diperlukan dalam menyelesaikan tugasnya.
2. Fungsi Kedua yaitu meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi dukungan dan
perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.
Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan. Empat perbedaan gaya kepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003)
1. Kepemimpinan pengarah (directive leadership)
Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan.
2. Kepemimpinan pendukung (supportive leadership)
Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.
3. Kepemimpinan partisipatif (participative leadership)
Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.
4. Kepemimpinan berorientasi prestasi (achievement-oriented leadership)
Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut.
Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas, dan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif.
Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model teori path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental pressures and demmand (Gibson, 2003).
1. Karakteristik Bawahan
Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik bawahan mencakup tiga hal, yakni:
a. Letak Kendali (Locus of Control)
Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih menyukai gaya kepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.
b. Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan yang directive, sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism rendah cenderung memilih gaya kepemimpinan partisipatif.
c. Kemampuan (Abilities)
Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportive yang lebih suka memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive.
2. Karakteristik Lingkungan
Pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
a. Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
b. Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.
Karakteristik lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:
a. Struktur Tugas
Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
b. Wewenang Formal
Kepemimpinan yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan participative bagi organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi
c. Kelompok Kerja
Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan supportive.
Referensi :
Iwan. (2008). Leadership. http://www.slideshare.net
Prasetyo, Iis. (2009). Path Goal Theory dalam Kepemimpinan. http://blog.uny.ac.id/iisprasetyo/2009/08/31/teori-path-goal-dalam-kepemimpinan/
Anonim. (2008). Teori Kepemimpinan Klasik : Teori Kontingensi. http://smileboys.blogspot.com/2008/06/teori-kepemimpinan-klasik-dan-teori.html
Anonim. (2008). Perilaku dan Managemen Organisasi. http://fe-manajemen.unila.ac.id/~perkuliahan/bahanajar/.../bab_15.ppt
Anonim. (2009). Teori Kepemimpinan. http://myblogmyown.wordpress.com
Buku
Ivancevich, M John, dkk. 2007. Perilaku dan Managemen Organisasi Jilid Dua Edisi Ketujuh. http://fe-manajemen.unila.ac.id/perkuliahan/bahan-ajar/bab_15.ppt
Jurnal
Ari Prasetyo
PENGARUH GAYA KEPIMPINAN DENGAN PATH-GOAL THEORY TERHADAP PRESTASI KERJA DOSEN UNIVERSITAS AIRLANGGA DENGAN KARAKTERISTIK LINGKUNGAN KERJA DAN KARAKTERISTIK BAWAHAN SEBAGAI VARIABEL MODERATOR
Faculty of Economic Airlangga University Surabaya
http://www.adln.lib.unair.ac.id
2008
Laras Shinta
LINGKUNGAN KERJA DAN KARAKTERISTIK BAWAHAN TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN DEPARTEMEN PROGRAM RADIO ISTARA FM SURABAYA
Undergraduate Theses Airlangga University
http://www.adln.lib.unair.ac.id
Sabtu, 31 Oktober 2009
leadership
1. Pengertian Kepemimpinan (Leadership)
“Kepemimpinan merupakan suatu proses dengan berbagai cara mempengaruhi orang atau sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan bersama. Pembahasan tentang kepemimpinan menyangkut tugas dan gaya kepemimpinan, cara mempengaruhi kelompok, yang mempengaruhi kepemimpinan seseorang.”
Kreiner menyatakan bahwa leadership adalah proses mempengaruhi orang lain yang mana seorang pemimpin mengajak anak buahnya secara sekarela berpartisipasi guna mencapai tujuan organisasi.
Sedangkan Hersey menambahkan bahwa leadership adalah usaha untuk mempengaruhi individual lain atau kelompok. Seorang pemimpin harus memadukan unsur kekuatan diri, wewenang yang dimiliki, ciri kepribadian dan kemampuan sosial untuk bisa mempengaruhi perilaku orang lain.
Kreiner menyatakan bahwa leadership adalah proses mempengaruhi orang lain yang mana seorang pemimpin mengajak anak buahnya secara sekarela berpartisipasi guna mencapai tujuan organisasi.
Sedangkan Hersey menambahkan bahwa leadership adalah usaha untuk mempengaruhi individual lain atau kelompok. Seorang pemimpin harus memadukan unsur kekuatan diri, wewenang yang dimiliki, ciri kepribadian dan kemampuan sosial untuk bisa mempengaruhi perilaku orang lain.
Genetic Theory
Pemimpin adalah dilahirkan dengan membawa sifat-sifat kepemimpinan dan tidak perlu belajar lagi. Sifat utama seorang pemimpin diperoleh secara genetik dari orang tuanya.
Traits theory
Teori ini menyatakan bahwa efektivitas kepemimpinan tergantung pada karakter pemimpinnya. Sifat-sifat yang dimiliki antara lain kepribadian, keunggulan fisik, dan kemampuan sosial. Karakter yang harus dimiliki seseorang manurut judith R. Gordon mencakup kemampuan istimewa dalam:
- Kemampuan Intelektual
- Kematangan Pribadi
- Pendidikan
- Statuts Sosial Ekonomi
- Human Relation
- Motivasi Intrinsik
- Dorongan untuk maju
Ronggowarsito menyebutkan seorang pemimpin harus memiliki astabrata, yakni delapan sifat unggul yang dikaitkan dengan sifat alam seperti tanah, api, angin, angkasa, bulan, matahari, bintang.
Behavioral Theory
Karena ketyerbatasan peramalan efektivitas kepemimpinan melalui trait, para peneliti mulai mengembangkan pemikiran untuk meneliti perilaku pemimpin sebagai cara untuk meningkatkan efektivitas kepemimpinan. Konsepnya beralih dari siapa yang memiliki memimpin ke bagaimana perilaku seorang untuk memimpin secara efektif.
a. Authoritarian, Democratic & Laissez Faire
Penelitian ini dilakukan oleh Lewin, White & Lippit pada tahun 1930 an. Mereka mengemukakan 3 tipe perilaku pemimpin, yaitu authoritarian yang menerapkan kepemimpinan otoriter, democratic yang mengikut sertakan bawahannya dan Laissez - Faire yang menyerahkan kekuasaannya pada bawahannya.
b. Continuum of Leadership behavior.
Robert Tannenbaum dan Warren H Schmidt memperkenalkan continnum of leadership yang menjelaskan pembagian kekuasaan pemimpin dan bawahannya. Continuum membagi 7 daerah mulai dari otoriter sd laissez - faire dengan titik dengan demokratis.
c. Teori Employee Oriented and Task Oriented Leadership - Leadership style matrix.Konsep ini membahas dua orientasi kepemimpinan yaitu
- Kepemimpinan yang berorientasi pada pekerjaan dimana perilaku pemimpinnya dalam penyelesaiannya tugasnya memberikan tugas, mengatur pelaksanaan, mengawasi dan mengevaluasi kinerja bawahan sebagai hasil pelaksanaan tugas.
- Kepemimpinan yang berorientasi pada pegawai akan ditandai dengan perilaku pemimpinnya yang memandang penting hubungan baik dan manusiawi dengan bawahannya.
Pembahasan model ini dikembangkan oleh ahli psikologi industri dari Ohio State University dan Universitas of Michigan. Kelompok Ohio mengungkapkan dua dimensi kepemimpinan, yaitu initiating structure yang berorientasi pada tugas dan consideration yang berorientasi pada manusia. Sedangkan kelompok Michigan memakai istilah job-centered dan employee-centered.
d. The Managerial Grid
Teori ini diperkenalkan oleh Robert R.Blake dan Jane Srygley Mouton dengan melakukan adaptasi dan pengembangan data penelitian kelompok Ohio dan Michigan.
Blake & Mouton mengembangkan matriks yang memfokuskan pada penggambaran lima gaya kepemimpinan sesuai denan lokasinya.
Dari teori-teori diatas dapatlah disimpulkan bahwa behavioral theory memiliki karakteristik antara lain:
- Kepemimpinan memiliki paling tidak dua dimensi yang lebih kompleks dibanding teori pendahulunya yaitu genetik dan trait.
- Gaya kepemimpinan lebih fleksibel; pemimpin dapat mengganti atau memodifikasi orientasi tugas atau pada manusianya sesuai kebutuhan.
- Gaya kepemimpinan tidak gifted tetapi dapat dipelajari
- Tidak ada satupun gaya yang paling benar, efektivitas kepemimpinan tergantung pada kebutuhan dan situasi
Situational Leadership
Pengembangan teori ini merupakan penyempurnaan dari kelemahan-kelemahan teori yang ada sebelumnya. Dasarnya adalah teori contingensi dimana pemimpin efektif akan melakukan diagnose situasi, memilih gaya kepemimpinan yang efektif dan menerapkan secara tepat.
Empat dimensi situasi secara dinamis akan memberikan pengaruh terhadap kepemimpinan seseorang.
- Kemampuan manajerial : kemampuan ini meliputi kemampuan sosial, pengalaman, motivasi dan penelitian terhadap reward yang disediakan oleh perusahaan.
- Karakteristik pekerjaan : tugas yang penuh tantangan akan membuat seseorang lebih bersemangat, tingkat kerjasama kelompok berpengaruh efektivitas pemimpinnya.
- Karakteristik organisasi : budaya organisasi, kebijakan, birokrasi merupakan faktor yang berpengaruh pada efektivitas pemimpinnya.
- Karakteristik pekerja : kepribadian, kebutuhan, ketrampilan, pengalaman bawahan akan berpengaruh pada gaya memimpinnya.
a. Fiedler Contingency model
Model ini menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif tergantung pada situasi yang dihadapi dan perubahan gaya bukan merupakan suatu hal yang sulit.
Fiedler memperkenalkan tiga variabel yaitu:
- task structure : keadaan tugas yang dihadapi apakah structured task atau unstructured task
- leader-member relationship : hubungan antara pimpinan dengan bawahan, apakah kuat (saling percaya, saling menghargai) atau lemah.
- Position power : ukuran aktual seorang pemimpin, ada beberapa power yaitu:
-> legitimate power : adanya kekuatan legal pemimpin
-> reward power : kekuatan yang berasal imbalan yang diberikan pimpinan
-> coercive power : kekuatan pemimpin dalam memberikan ancaman
-> expert power : kekuatan yang muncul karena keahlian pemimpinnya
-> referent power : kekuatan yang muncul karena bawahan menyukai pemimpinnya
-> information power : pemimpin mempunyai informasi yang lebih dari bawahannya.
b. Model kepemimpinan situasional 'Life Cycle'
Harsey & Blanchard mengembangkan model kepemimpinan situasional efektif dengan memadukan tingkat kematangan anak buah dengan pola perilaku yang dimiliki pimpinannya.
Ada 4 tingkat kematangan bawahan, yaitu:
- M 1 : bawahan tidak mampu dan tidak mau atau tidak ada keyakinan
- M 2 : bawahan tidak mampu tetapi memiliki kemauan dan keyakinan bahwa ia bisa
- M 3 : bawahan mampu tetapi tidak mempunyai kemauan dan tidak yakin
- M 4 : bawahan mampu dan memiliki kemauan dan keyakinan untuk menyelesaikan tugas.
Ada 4 gaya yang efektif untuk diterapkan yaitu:
- Gaya 1 : telling, pemimpin memberi instruksi dan mengawasi pelaksanaan tugas dan kinerja anak buahnya.
- Gaya 2 : selling, pemimpin menjelaskan keputusannya dan membuka kesempatan untuk bertanya bila kurang jelas.
- Gaya 3 : participating, pemimpin memberikan kesempatan untuk menyampaikan ide-ide sebagai dasar pengambilan keputusan.
- Gaya 4 : delegating, pemimpin melimpahkan keputusan dan pelaksanaan tugas kepada bawahannya.
Transformational Leadership
Robert house menyampaikan teorinya bahwa kepemimpinan yang efektif menggunakan dominasi, memiliki keyakinan diri, mempengaruhi dan menampilkan moralitas tinggi untuk meningkatkan karismatiknya. Dengan kharismanya pemimpin transformational akan menantang bawahannya untuk melahirkan karya istimewa.
Langkah yang dilaksanakan pemimpin ini biasanya membicarakan dengan pengikutnya bagaimana pentingnya kinerja mereka, bagaimana bangga dan yakinnya mereka sebagai anggota kelompok, bagaimana istimewanya kelompok yang akan menghasilkan karya luar biasa.
Kepemimpinan Partisipatif
Mitch Mc Crimmon (2007) menulis bahwa menjadi pemimpin yang partisipatif berarti melibatkan anggota tim dalam pembuatan keputusan. Hal ini terutama penting manakala pemikiran kreatif diperlukan untuk memecahkan masalah yang kompleks atau membuat keputusan yang akan berdampak pada anggota tim.
Stogdill (1974) menyimpulkan bahwa banyak sekali definisi mengenai kepemimpinan. Hal ini dikarenakan banyak sekali orang yang telah mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan tersebut. Namun demikian, semua definisi kepemimpinan yang ada mempunyai beberapa unsur yang sama.
Sarros dan Butchatsky (1996), "leadership is defined as the purposeful behaviour of influencing others to contribute to a commonly agreed goal for the benefit of individual as well as the organization or common good". Menurut definisi tersebut, kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi. Sedangkan menurut Anderson (1988), "leadership means using power to influence the thoughts and actions of others in such a way that achieve high performance".
Berdasarkan definisi-definisi di atas, kepemimpinan memiliki beberapa implikasi. Antara lain:
Pertama: kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain atau mempengaruhi orang lain , yaitu para karyawan atau bawahan (followers). Para karyawan atau bawahan harus memiliki kemauan untuk menerima arahan dari pemimpin dan ikut berpartisipasi guna mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. Walaupun demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan, kepemimpinan tidak akan ada juga.
Kedua: seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan kekuasaannya (his or herpower) mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Menurut French dan Raven (1968), kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin dapat bersumber dari:
• Reward power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada bawahan yang mengikuti arahan-arahan pemimpinnya.
• Coercive power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak mengikuti arahan-arahan pemimpinnya
• Legitimate power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai hak untuk menggunakan pengaruh dan otoritas yang dimilikinya.
• Referent power, yang didasarkan atas identifikasi (pengenalan) bawahan terhadap sosok pemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan pengaruhnya karena karakteristik pribadinya, reputasinya atau karismanya.
• Expert power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin adalah seeorang yang memiliki kompetensi dan mempunyai keahlian dalam bidangnya.
Para pemimpin dapat menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau kekuatan yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi.
Ketiga: kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication) dalam membangun organisasi. Walaupun kepemimpinan (leadership) seringkali disamakan dengan manajemen (management), kedua konsep tersebut berbeda.
Perbedaan antara pemimpin dan manajer dinyatakan secara jelas oleh Bennis and Nanus (1995). Pemimpin berfokus pada mengerjakan yang benar sedangkan manajer memusatkan perhatian pada mengerjakan secara tepat ("managers are people who do things right and leaders are people who do the right thing, "). Kepemimpinan memastikan tangga yang kita daki bersandar pada tembok secara tepat, sedangkan manajemen mengusahakan agar kita mendaki tangga seefisien mungkin.
Teori X dan Teori Y - Douglas McGregor
Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia secara jelas dan tegas dapat dibedakan atas manusia penganut teori X dan Y dimana teori X memandang manusia malas tidak suka bekerja menghindarkan tanggung jawab suku dibimbing diperintah dan diawasi serta mementingkan diri sendiri sehingga untuk memitivasi karyawan harus dilaukan dengan cara pengawasan ketat, dipaksa, dan diarahkan supaya mereka mau bekerja sungguh sungguh
Sedangkan teori Y memandang bahwa manusia atau Karyawan itu Rajin, suka bekerja memikul tanggung jawab berprestasi, kreatif dan inovatif menurut teori Y ini untuk memotivasi karyawan hendaknya dilakukan dengan cara peningkatan partisipasi karyawan,kerja sama, dan keterikatan pada keputusan.(Mc Gregor dalam Hasibuan 2001:1600)
Menurut McGregor organisasi tradicional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan keputusan, terumuskan dalam dua model yang dia namakan Theori X dan Theori Y.
Teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih suka diperintah, dan tidak tertarik akan rasa tanggung jawab serta menginginkan keamanan atas segalanya. Lebih lanjut menurut asumís teori X dari McGregor ini bahwa orang-orang ini pada hakekatnya hádala:
1. Tidak menyukai bekerja
2. Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab, dan lebih menyukai diarahkan atau diperintah
3. Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi masalah-masalah organisasi.
4. Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja.
5. Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mncapai tujuan organisasi..
Untuk menyadari kelemahan dari asumí teori X itu maka McGregor memberikan alternatif teori lain yang dinamakan teori Y. asumís teori Y ini menyatakan bahwa orang-orang pada hakekatnya tidak malas dan dapat dipercaya, tidak seperti yang diduga oleh teori X. Secara keseluruhan asumís teori Y mengenai manusia ádalah sebagai berikut:
1. Pekerjaan itu pada hakekatnya seperti bermain dapat memberikan kepuasan lepada orang. Keduanya bekerja dan bermain merupakan aktiva-aktiva fisik dan mental. Sehingga di antara keduanya tidak ada perbedaan, jira keadaan sama-sama menyenangka.
2. Manusia dapat mengawasi diri sendiri, dan hal itu tidak bisa dihindari dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi.
3. Kemampuan untuk berkreativitas di dalam memecahkan persoalan-persoalan organisasi secara luas didistribusikan kepada seluruh karyawan.
4. Motivasi tidak saja berlaku pada kebutuhan-kebutuhan social, penghargaan dan aktualisasi diri tetapi juga pada tingkat kebutuhan-kebutuhan fisiologi dan keamanan.
5. Orang-orang dapat mengendalikan diri dan kreatif dalam bekerja jika dimotivasi secara tepat.
Dengan memahami asumís dasar teori Y ini, McGregor menyatakan selanjutnya bahwa merupakan tugas yang penting bagi menajemen untuk melepaskan tali pengendali dengan memberikan desempatan mengembangkan potensi yang ada pada masing-masing individu. Motivasi yang sesuai bagi orang-orang untuk mencapai tujuannya sendiri sebaik mungkin, dengan memberikan pengarahan usaha-usaha mereka untuk mencapai tujuan organisasi.
TERI SISTEM EMPAT DARI RENSIS LINKERT
Empat sistem manajemen yang dikembangkan oleh Rensis Likert. Empat sistem
tersebut terdiri dari:
Sistem 1, otoritatif dan eksploitif :
Manajer membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja dan memerintah
para bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan metode pelaksanaan juga secara
kaku ditetapkan oleh manajer.
Sistem 2, otoritatif dan benevolent:
Manajer tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan kebebasan
untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut. Bawahan juga diberi berbagai fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas-batas dan
prosedur-prosedur yang telah ditetapkan.
Sistem 3, konsultatif:
Manajer menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah setelah hal-hal
itu didiskusikan dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat keputusankeputusan
mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Penghargaan lebih
digunakan untuk memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman.
Sistem 4, partisipatif :
Adalah sistem yang paling ideal menurut Likert tentang cara bagaimana organisasi
seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusan-keputusan kerja dibuat
oleh kelompok. Bila manajer secara formal yang membuat keputusan, mereka
melakukan setelah mempertimbangkan saran dan pendapat dari para anggota
kelompok. Untuk memotivasi bawahan, manajer tidak hanya mempergunakan
penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga mencoba memberikan kepada
bawahan perasaan yang dibutuhkan dan penting.
teori of Leadership Pattern Choice tannen baum and scmidt
Tannenbaum-Schmidt
Bagaimana bisa seorang manajer mengatakan gaya manajemen apa yang digunakan? Pada tahun 1957, Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt menulis salah satu artikel yang paling revolusioner yang pernah muncul dalam The Harvard Business Review. Artikel ini, berjudul "Bagamana Memilih sebuah Pola Kepemimpinan, adalah signifikan dalam bahwa itu menunjukkan gaya kepemimpinan adalah pilihan manajer. Di bagian atas diagram di bawah ini anda akan melihat akrab "Hubungan Oriented" dan "Tugas Berorientasi" kontinum, yang juga diberi label "Demokrasi" dan "otoriter."
Diagram menunjukkan dimensi lain: "Sumber Otoritas". Pada akhir demokratis diagram, manajer memungkinkan kebebasan karyawan. Pada akhir otoriter diagram kita melihat bahwa manajer adalah satu-satunya sumber otoritas. Kita pergi dari otoritas buruh untuk otoritas manajer.
berkaitan dengan masalah gaya kepemimpinan dan dengan pertanyaan seperti manajer dapat demokratis terhadap bawahan, namun mempertahankan otoritas yang diperlukan dan kontrol. untuk tujuan analisis mereka telah menghasilkan sebuah kontinum perilaku kepemimpinan mulai dari autoritarian styeles di satu ekstrem ke gaya demokratis di sisi lain, yang mereka sebut bos s-berpusat dan berpusat pada bawahan tidak seperti orang lain model kepemimpinan berusaha untuk menyediakan kerangka kerja untuk analisis dan pilihan individu.
para penulis mengusulkan tiga faktor utama yang menjadi pilihan tergantung pola kepemimpinan:
1. kekuatan di manajer (egattitudes, kepercayaan, nilai-nilai)
2. kekuatan di bawahan (egtheir sikap, kepercayaan, nilai dan harapan dari pemimpin)
3. kekuatan dalam situasi (egpreasure dan kendala yang dihasilkan oleh tugas-tugas, iklim organisasi dan lain-lain faktor extrancous).
Tujuh "pola kepemimpinan" yang diidentifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt. Pola kepemimpinan ditandai dengan angka-angka di bagian bawah diagram ini mirip dengan gaya kepemimpinan, tetapi definisi dari masing-masing terkait dengan proses pengambilan keputusan.
Demokrasi (hubungan berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh bawahan.
Otoriter (tugas berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh pemimpin.
Perhatikan bahwa sebagai penggunaan kekuasaan oleh bawahan meningkat (gaya demokratis) penggunaan wewenang oleh pemimpin berkurang secara proporsional.
Kepemimpinan Pola 1: "Pemimpin izin bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan oleh superior."
Contoh: Pemimpin memungkinkan anggota tim untuk memutuskan kapan dan seberapa sering untuk bertemu.
Kepemimpinan Pola 2: "Pemimpin mendefinisikan batas-batas, dan meminta kelompok untuk membuat keputusan."
Contoh: Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang terbaik.
Kepemimpinan Pola 3: "Pemimpin menyajikan masalah, mendapat kelompok menunjukkan, maka pemimpin membuat keputusan."
Contoh: Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari baik untuk bertemu, maka pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu.
Kepemimpinan Pola 4: "Pemimpin tentatif menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat berubah oleh kelompok."
Contoh: Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Rabu akan menjadi hari yang baik untuk bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang mungkin lebih baik.
Kepemimpinan Pola 5: "Pemimpin menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan."
Contoh: Pemimpin tim mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari Rabu untuk pertemuan tim. Pemimpin kemudian meminta kelompok jika mereka memiliki pertanyaan.
Kepemimpinan Pola 6: "Para pemimpin membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang benar."
Contoh: Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada hari Rabu. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Rabu adalah hari-hari terbaik untuk bertemu.
Kepemimpinan Pola 7: "Para pemimpin membuat keputusan dan mengumumkan ke grup."
Contoh: Pemimpin memutuskan bahwa tim akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak, dan mengatakan bahwa berita itu kepada tim.
“Kepemimpinan merupakan suatu proses dengan berbagai cara mempengaruhi orang atau sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan bersama. Pembahasan tentang kepemimpinan menyangkut tugas dan gaya kepemimpinan, cara mempengaruhi kelompok, yang mempengaruhi kepemimpinan seseorang.”
Kreiner menyatakan bahwa leadership adalah proses mempengaruhi orang lain yang mana seorang pemimpin mengajak anak buahnya secara sekarela berpartisipasi guna mencapai tujuan organisasi.
Sedangkan Hersey menambahkan bahwa leadership adalah usaha untuk mempengaruhi individual lain atau kelompok. Seorang pemimpin harus memadukan unsur kekuatan diri, wewenang yang dimiliki, ciri kepribadian dan kemampuan sosial untuk bisa mempengaruhi perilaku orang lain.
Kreiner menyatakan bahwa leadership adalah proses mempengaruhi orang lain yang mana seorang pemimpin mengajak anak buahnya secara sekarela berpartisipasi guna mencapai tujuan organisasi.
Sedangkan Hersey menambahkan bahwa leadership adalah usaha untuk mempengaruhi individual lain atau kelompok. Seorang pemimpin harus memadukan unsur kekuatan diri, wewenang yang dimiliki, ciri kepribadian dan kemampuan sosial untuk bisa mempengaruhi perilaku orang lain.
Genetic Theory
Pemimpin adalah dilahirkan dengan membawa sifat-sifat kepemimpinan dan tidak perlu belajar lagi. Sifat utama seorang pemimpin diperoleh secara genetik dari orang tuanya.
Traits theory
Teori ini menyatakan bahwa efektivitas kepemimpinan tergantung pada karakter pemimpinnya. Sifat-sifat yang dimiliki antara lain kepribadian, keunggulan fisik, dan kemampuan sosial. Karakter yang harus dimiliki seseorang manurut judith R. Gordon mencakup kemampuan istimewa dalam:
- Kemampuan Intelektual
- Kematangan Pribadi
- Pendidikan
- Statuts Sosial Ekonomi
- Human Relation
- Motivasi Intrinsik
- Dorongan untuk maju
Ronggowarsito menyebutkan seorang pemimpin harus memiliki astabrata, yakni delapan sifat unggul yang dikaitkan dengan sifat alam seperti tanah, api, angin, angkasa, bulan, matahari, bintang.
Behavioral Theory
Karena ketyerbatasan peramalan efektivitas kepemimpinan melalui trait, para peneliti mulai mengembangkan pemikiran untuk meneliti perilaku pemimpin sebagai cara untuk meningkatkan efektivitas kepemimpinan. Konsepnya beralih dari siapa yang memiliki memimpin ke bagaimana perilaku seorang untuk memimpin secara efektif.
a. Authoritarian, Democratic & Laissez Faire
Penelitian ini dilakukan oleh Lewin, White & Lippit pada tahun 1930 an. Mereka mengemukakan 3 tipe perilaku pemimpin, yaitu authoritarian yang menerapkan kepemimpinan otoriter, democratic yang mengikut sertakan bawahannya dan Laissez - Faire yang menyerahkan kekuasaannya pada bawahannya.
b. Continuum of Leadership behavior.
Robert Tannenbaum dan Warren H Schmidt memperkenalkan continnum of leadership yang menjelaskan pembagian kekuasaan pemimpin dan bawahannya. Continuum membagi 7 daerah mulai dari otoriter sd laissez - faire dengan titik dengan demokratis.
c. Teori Employee Oriented and Task Oriented Leadership - Leadership style matrix.Konsep ini membahas dua orientasi kepemimpinan yaitu
- Kepemimpinan yang berorientasi pada pekerjaan dimana perilaku pemimpinnya dalam penyelesaiannya tugasnya memberikan tugas, mengatur pelaksanaan, mengawasi dan mengevaluasi kinerja bawahan sebagai hasil pelaksanaan tugas.
- Kepemimpinan yang berorientasi pada pegawai akan ditandai dengan perilaku pemimpinnya yang memandang penting hubungan baik dan manusiawi dengan bawahannya.
Pembahasan model ini dikembangkan oleh ahli psikologi industri dari Ohio State University dan Universitas of Michigan. Kelompok Ohio mengungkapkan dua dimensi kepemimpinan, yaitu initiating structure yang berorientasi pada tugas dan consideration yang berorientasi pada manusia. Sedangkan kelompok Michigan memakai istilah job-centered dan employee-centered.
d. The Managerial Grid
Teori ini diperkenalkan oleh Robert R.Blake dan Jane Srygley Mouton dengan melakukan adaptasi dan pengembangan data penelitian kelompok Ohio dan Michigan.
Blake & Mouton mengembangkan matriks yang memfokuskan pada penggambaran lima gaya kepemimpinan sesuai denan lokasinya.
Dari teori-teori diatas dapatlah disimpulkan bahwa behavioral theory memiliki karakteristik antara lain:
- Kepemimpinan memiliki paling tidak dua dimensi yang lebih kompleks dibanding teori pendahulunya yaitu genetik dan trait.
- Gaya kepemimpinan lebih fleksibel; pemimpin dapat mengganti atau memodifikasi orientasi tugas atau pada manusianya sesuai kebutuhan.
- Gaya kepemimpinan tidak gifted tetapi dapat dipelajari
- Tidak ada satupun gaya yang paling benar, efektivitas kepemimpinan tergantung pada kebutuhan dan situasi
Situational Leadership
Pengembangan teori ini merupakan penyempurnaan dari kelemahan-kelemahan teori yang ada sebelumnya. Dasarnya adalah teori contingensi dimana pemimpin efektif akan melakukan diagnose situasi, memilih gaya kepemimpinan yang efektif dan menerapkan secara tepat.
Empat dimensi situasi secara dinamis akan memberikan pengaruh terhadap kepemimpinan seseorang.
- Kemampuan manajerial : kemampuan ini meliputi kemampuan sosial, pengalaman, motivasi dan penelitian terhadap reward yang disediakan oleh perusahaan.
- Karakteristik pekerjaan : tugas yang penuh tantangan akan membuat seseorang lebih bersemangat, tingkat kerjasama kelompok berpengaruh efektivitas pemimpinnya.
- Karakteristik organisasi : budaya organisasi, kebijakan, birokrasi merupakan faktor yang berpengaruh pada efektivitas pemimpinnya.
- Karakteristik pekerja : kepribadian, kebutuhan, ketrampilan, pengalaman bawahan akan berpengaruh pada gaya memimpinnya.
a. Fiedler Contingency model
Model ini menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif tergantung pada situasi yang dihadapi dan perubahan gaya bukan merupakan suatu hal yang sulit.
Fiedler memperkenalkan tiga variabel yaitu:
- task structure : keadaan tugas yang dihadapi apakah structured task atau unstructured task
- leader-member relationship : hubungan antara pimpinan dengan bawahan, apakah kuat (saling percaya, saling menghargai) atau lemah.
- Position power : ukuran aktual seorang pemimpin, ada beberapa power yaitu:
-> legitimate power : adanya kekuatan legal pemimpin
-> reward power : kekuatan yang berasal imbalan yang diberikan pimpinan
-> coercive power : kekuatan pemimpin dalam memberikan ancaman
-> expert power : kekuatan yang muncul karena keahlian pemimpinnya
-> referent power : kekuatan yang muncul karena bawahan menyukai pemimpinnya
-> information power : pemimpin mempunyai informasi yang lebih dari bawahannya.
b. Model kepemimpinan situasional 'Life Cycle'
Harsey & Blanchard mengembangkan model kepemimpinan situasional efektif dengan memadukan tingkat kematangan anak buah dengan pola perilaku yang dimiliki pimpinannya.
Ada 4 tingkat kematangan bawahan, yaitu:
- M 1 : bawahan tidak mampu dan tidak mau atau tidak ada keyakinan
- M 2 : bawahan tidak mampu tetapi memiliki kemauan dan keyakinan bahwa ia bisa
- M 3 : bawahan mampu tetapi tidak mempunyai kemauan dan tidak yakin
- M 4 : bawahan mampu dan memiliki kemauan dan keyakinan untuk menyelesaikan tugas.
Ada 4 gaya yang efektif untuk diterapkan yaitu:
- Gaya 1 : telling, pemimpin memberi instruksi dan mengawasi pelaksanaan tugas dan kinerja anak buahnya.
- Gaya 2 : selling, pemimpin menjelaskan keputusannya dan membuka kesempatan untuk bertanya bila kurang jelas.
- Gaya 3 : participating, pemimpin memberikan kesempatan untuk menyampaikan ide-ide sebagai dasar pengambilan keputusan.
- Gaya 4 : delegating, pemimpin melimpahkan keputusan dan pelaksanaan tugas kepada bawahannya.
Transformational Leadership
Robert house menyampaikan teorinya bahwa kepemimpinan yang efektif menggunakan dominasi, memiliki keyakinan diri, mempengaruhi dan menampilkan moralitas tinggi untuk meningkatkan karismatiknya. Dengan kharismanya pemimpin transformational akan menantang bawahannya untuk melahirkan karya istimewa.
Langkah yang dilaksanakan pemimpin ini biasanya membicarakan dengan pengikutnya bagaimana pentingnya kinerja mereka, bagaimana bangga dan yakinnya mereka sebagai anggota kelompok, bagaimana istimewanya kelompok yang akan menghasilkan karya luar biasa.
Kepemimpinan Partisipatif
Mitch Mc Crimmon (2007) menulis bahwa menjadi pemimpin yang partisipatif berarti melibatkan anggota tim dalam pembuatan keputusan. Hal ini terutama penting manakala pemikiran kreatif diperlukan untuk memecahkan masalah yang kompleks atau membuat keputusan yang akan berdampak pada anggota tim.
Stogdill (1974) menyimpulkan bahwa banyak sekali definisi mengenai kepemimpinan. Hal ini dikarenakan banyak sekali orang yang telah mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan tersebut. Namun demikian, semua definisi kepemimpinan yang ada mempunyai beberapa unsur yang sama.
Sarros dan Butchatsky (1996), "leadership is defined as the purposeful behaviour of influencing others to contribute to a commonly agreed goal for the benefit of individual as well as the organization or common good". Menurut definisi tersebut, kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi. Sedangkan menurut Anderson (1988), "leadership means using power to influence the thoughts and actions of others in such a way that achieve high performance".
Berdasarkan definisi-definisi di atas, kepemimpinan memiliki beberapa implikasi. Antara lain:
Pertama: kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain atau mempengaruhi orang lain , yaitu para karyawan atau bawahan (followers). Para karyawan atau bawahan harus memiliki kemauan untuk menerima arahan dari pemimpin dan ikut berpartisipasi guna mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. Walaupun demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan, kepemimpinan tidak akan ada juga.
Kedua: seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan kekuasaannya (his or herpower) mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Menurut French dan Raven (1968), kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin dapat bersumber dari:
• Reward power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada bawahan yang mengikuti arahan-arahan pemimpinnya.
• Coercive power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak mengikuti arahan-arahan pemimpinnya
• Legitimate power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai hak untuk menggunakan pengaruh dan otoritas yang dimilikinya.
• Referent power, yang didasarkan atas identifikasi (pengenalan) bawahan terhadap sosok pemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan pengaruhnya karena karakteristik pribadinya, reputasinya atau karismanya.
• Expert power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin adalah seeorang yang memiliki kompetensi dan mempunyai keahlian dalam bidangnya.
Para pemimpin dapat menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau kekuatan yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi.
Ketiga: kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication) dalam membangun organisasi. Walaupun kepemimpinan (leadership) seringkali disamakan dengan manajemen (management), kedua konsep tersebut berbeda.
Perbedaan antara pemimpin dan manajer dinyatakan secara jelas oleh Bennis and Nanus (1995). Pemimpin berfokus pada mengerjakan yang benar sedangkan manajer memusatkan perhatian pada mengerjakan secara tepat ("managers are people who do things right and leaders are people who do the right thing, "). Kepemimpinan memastikan tangga yang kita daki bersandar pada tembok secara tepat, sedangkan manajemen mengusahakan agar kita mendaki tangga seefisien mungkin.
Teori X dan Teori Y - Douglas McGregor
Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia secara jelas dan tegas dapat dibedakan atas manusia penganut teori X dan Y dimana teori X memandang manusia malas tidak suka bekerja menghindarkan tanggung jawab suku dibimbing diperintah dan diawasi serta mementingkan diri sendiri sehingga untuk memitivasi karyawan harus dilaukan dengan cara pengawasan ketat, dipaksa, dan diarahkan supaya mereka mau bekerja sungguh sungguh
Sedangkan teori Y memandang bahwa manusia atau Karyawan itu Rajin, suka bekerja memikul tanggung jawab berprestasi, kreatif dan inovatif menurut teori Y ini untuk memotivasi karyawan hendaknya dilakukan dengan cara peningkatan partisipasi karyawan,kerja sama, dan keterikatan pada keputusan.(Mc Gregor dalam Hasibuan 2001:1600)
Menurut McGregor organisasi tradicional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan keputusan, terumuskan dalam dua model yang dia namakan Theori X dan Theori Y.
Teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih suka diperintah, dan tidak tertarik akan rasa tanggung jawab serta menginginkan keamanan atas segalanya. Lebih lanjut menurut asumís teori X dari McGregor ini bahwa orang-orang ini pada hakekatnya hádala:
1. Tidak menyukai bekerja
2. Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab, dan lebih menyukai diarahkan atau diperintah
3. Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi masalah-masalah organisasi.
4. Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja.
5. Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mncapai tujuan organisasi..
Untuk menyadari kelemahan dari asumí teori X itu maka McGregor memberikan alternatif teori lain yang dinamakan teori Y. asumís teori Y ini menyatakan bahwa orang-orang pada hakekatnya tidak malas dan dapat dipercaya, tidak seperti yang diduga oleh teori X. Secara keseluruhan asumís teori Y mengenai manusia ádalah sebagai berikut:
1. Pekerjaan itu pada hakekatnya seperti bermain dapat memberikan kepuasan lepada orang. Keduanya bekerja dan bermain merupakan aktiva-aktiva fisik dan mental. Sehingga di antara keduanya tidak ada perbedaan, jira keadaan sama-sama menyenangka.
2. Manusia dapat mengawasi diri sendiri, dan hal itu tidak bisa dihindari dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi.
3. Kemampuan untuk berkreativitas di dalam memecahkan persoalan-persoalan organisasi secara luas didistribusikan kepada seluruh karyawan.
4. Motivasi tidak saja berlaku pada kebutuhan-kebutuhan social, penghargaan dan aktualisasi diri tetapi juga pada tingkat kebutuhan-kebutuhan fisiologi dan keamanan.
5. Orang-orang dapat mengendalikan diri dan kreatif dalam bekerja jika dimotivasi secara tepat.
Dengan memahami asumís dasar teori Y ini, McGregor menyatakan selanjutnya bahwa merupakan tugas yang penting bagi menajemen untuk melepaskan tali pengendali dengan memberikan desempatan mengembangkan potensi yang ada pada masing-masing individu. Motivasi yang sesuai bagi orang-orang untuk mencapai tujuannya sendiri sebaik mungkin, dengan memberikan pengarahan usaha-usaha mereka untuk mencapai tujuan organisasi.
TERI SISTEM EMPAT DARI RENSIS LINKERT
Empat sistem manajemen yang dikembangkan oleh Rensis Likert. Empat sistem
tersebut terdiri dari:
Sistem 1, otoritatif dan eksploitif :
Manajer membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja dan memerintah
para bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan metode pelaksanaan juga secara
kaku ditetapkan oleh manajer.
Sistem 2, otoritatif dan benevolent:
Manajer tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan kebebasan
untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut. Bawahan juga diberi berbagai fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas-batas dan
prosedur-prosedur yang telah ditetapkan.
Sistem 3, konsultatif:
Manajer menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah setelah hal-hal
itu didiskusikan dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat keputusankeputusan
mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Penghargaan lebih
digunakan untuk memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman.
Sistem 4, partisipatif :
Adalah sistem yang paling ideal menurut Likert tentang cara bagaimana organisasi
seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusan-keputusan kerja dibuat
oleh kelompok. Bila manajer secara formal yang membuat keputusan, mereka
melakukan setelah mempertimbangkan saran dan pendapat dari para anggota
kelompok. Untuk memotivasi bawahan, manajer tidak hanya mempergunakan
penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga mencoba memberikan kepada
bawahan perasaan yang dibutuhkan dan penting.
teori of Leadership Pattern Choice tannen baum and scmidt
Tannenbaum-Schmidt
Bagaimana bisa seorang manajer mengatakan gaya manajemen apa yang digunakan? Pada tahun 1957, Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt menulis salah satu artikel yang paling revolusioner yang pernah muncul dalam The Harvard Business Review. Artikel ini, berjudul "Bagamana Memilih sebuah Pola Kepemimpinan, adalah signifikan dalam bahwa itu menunjukkan gaya kepemimpinan adalah pilihan manajer. Di bagian atas diagram di bawah ini anda akan melihat akrab "Hubungan Oriented" dan "Tugas Berorientasi" kontinum, yang juga diberi label "Demokrasi" dan "otoriter."
Diagram menunjukkan dimensi lain: "Sumber Otoritas". Pada akhir demokratis diagram, manajer memungkinkan kebebasan karyawan. Pada akhir otoriter diagram kita melihat bahwa manajer adalah satu-satunya sumber otoritas. Kita pergi dari otoritas buruh untuk otoritas manajer.
berkaitan dengan masalah gaya kepemimpinan dan dengan pertanyaan seperti manajer dapat demokratis terhadap bawahan, namun mempertahankan otoritas yang diperlukan dan kontrol. untuk tujuan analisis mereka telah menghasilkan sebuah kontinum perilaku kepemimpinan mulai dari autoritarian styeles di satu ekstrem ke gaya demokratis di sisi lain, yang mereka sebut bos s-berpusat dan berpusat pada bawahan tidak seperti orang lain model kepemimpinan berusaha untuk menyediakan kerangka kerja untuk analisis dan pilihan individu.
para penulis mengusulkan tiga faktor utama yang menjadi pilihan tergantung pola kepemimpinan:
1. kekuatan di manajer (egattitudes, kepercayaan, nilai-nilai)
2. kekuatan di bawahan (egtheir sikap, kepercayaan, nilai dan harapan dari pemimpin)
3. kekuatan dalam situasi (egpreasure dan kendala yang dihasilkan oleh tugas-tugas, iklim organisasi dan lain-lain faktor extrancous).
Tujuh "pola kepemimpinan" yang diidentifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt. Pola kepemimpinan ditandai dengan angka-angka di bagian bawah diagram ini mirip dengan gaya kepemimpinan, tetapi definisi dari masing-masing terkait dengan proses pengambilan keputusan.
Demokrasi (hubungan berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh bawahan.
Otoriter (tugas berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh pemimpin.
Perhatikan bahwa sebagai penggunaan kekuasaan oleh bawahan meningkat (gaya demokratis) penggunaan wewenang oleh pemimpin berkurang secara proporsional.
Kepemimpinan Pola 1: "Pemimpin izin bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan oleh superior."
Contoh: Pemimpin memungkinkan anggota tim untuk memutuskan kapan dan seberapa sering untuk bertemu.
Kepemimpinan Pola 2: "Pemimpin mendefinisikan batas-batas, dan meminta kelompok untuk membuat keputusan."
Contoh: Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang terbaik.
Kepemimpinan Pola 3: "Pemimpin menyajikan masalah, mendapat kelompok menunjukkan, maka pemimpin membuat keputusan."
Contoh: Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari baik untuk bertemu, maka pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu.
Kepemimpinan Pola 4: "Pemimpin tentatif menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat berubah oleh kelompok."
Contoh: Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Rabu akan menjadi hari yang baik untuk bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang mungkin lebih baik.
Kepemimpinan Pola 5: "Pemimpin menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan."
Contoh: Pemimpin tim mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari Rabu untuk pertemuan tim. Pemimpin kemudian meminta kelompok jika mereka memiliki pertanyaan.
Kepemimpinan Pola 6: "Para pemimpin membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang benar."
Contoh: Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada hari Rabu. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Rabu adalah hari-hari terbaik untuk bertemu.
Kepemimpinan Pola 7: "Para pemimpin membuat keputusan dan mengumumkan ke grup."
Contoh: Pemimpin memutuskan bahwa tim akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak, dan mengatakan bahwa berita itu kepada tim.
unsur-unsur kekuasaan
Pengertian kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan untuk bertindak atau memerintah sehingga dapat menyebabkan orang lain bertindak, pengertian disini harus meliputi kemampuan untuk membuat keputusan mempngaruhi orang lain dan mengatasi pelaksanaan keputusan itu.
Unsur- unsur kekuasaan :
1. Wewenang
hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu.
Contoh : seorang bos terhadp karyawanya.
2. Paksaan
Berupa ancamn yang dapat menggangu kehidupan di sekitar hidup kita.
Contoh : pemerasan terhadap seseorang
3. Manipulatif
makhluk yang manipulatif, yang cenderung berusaha untuk menutupi, atau menambahkan beberapa hal tertentu dalam setiap data yang beredar di dalam diri mereka masing-masing.
Contoh : seorang penipu yang ingin memperoleh keinginanya dengan cara berbagai apapun dilakukannya.sehingga kita dapat di pengaruhinya karena kelicikannya.
4. Kerjasama
Hubungan antara beberapa orang untuk melakukan kesepakatan atau tujuan yang ingin di capai.
Contoh : kerjasama dalam kelompok untuk memecahkan masalah
5. Upah dan prestasi kerja
Prestasi kerja yang berhubungan dengan upah seorang karyawan yang di berikan karena upayanya.
Contoh : seorang karyawan yang menyelesaikan tugas dari atasannya sehingga dia mendaptkan upah atas pekerjaanya tersebut.
Kekuasaan adalah kemampuan untuk bertindak atau memerintah sehingga dapat menyebabkan orang lain bertindak, pengertian disini harus meliputi kemampuan untuk membuat keputusan mempngaruhi orang lain dan mengatasi pelaksanaan keputusan itu.
Unsur- unsur kekuasaan :
1. Wewenang
hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu.
Contoh : seorang bos terhadp karyawanya.
2. Paksaan
Berupa ancamn yang dapat menggangu kehidupan di sekitar hidup kita.
Contoh : pemerasan terhadap seseorang
3. Manipulatif
makhluk yang manipulatif, yang cenderung berusaha untuk menutupi, atau menambahkan beberapa hal tertentu dalam setiap data yang beredar di dalam diri mereka masing-masing.
Contoh : seorang penipu yang ingin memperoleh keinginanya dengan cara berbagai apapun dilakukannya.sehingga kita dapat di pengaruhinya karena kelicikannya.
4. Kerjasama
Hubungan antara beberapa orang untuk melakukan kesepakatan atau tujuan yang ingin di capai.
Contoh : kerjasama dalam kelompok untuk memecahkan masalah
5. Upah dan prestasi kerja
Prestasi kerja yang berhubungan dengan upah seorang karyawan yang di berikan karena upayanya.
Contoh : seorang karyawan yang menyelesaikan tugas dari atasannya sehingga dia mendaptkan upah atas pekerjaanya tersebut.
Langganan:
Postingan (Atom)